Jumat, 06 April 2012

KONSELING ADLERIAN

A. Perspektif Historis Konseling Adlerian dikembangkan oleh Adler beserta pengikutnya berdasarkan teori psikologi individual Adler. Adler adalah salah satu murid Freud yang tidak sependapat dengan beberapa konsep teoritik Freud, khususnya konsep-konsep tentang seksualitas dan determinan biologis atau genetic. Perbedaan antara teori Freud dan Adler, Freud lebih memusatkan perhatian pada psikodinamika individual pada individu-individu neurotic, sedangkan Adler lebih memusatkan perhatian kepada bidang social politik di masyarakat umum. Minat Adler pada bidang social dan masyarakat umum dimotivasi oleh misinya untuk membawa psikoterapi pada berbagai kalangan masyarakat khususnya masyarakat kelas ke bawah. Pandangan Adler menekankan pada kebulatan kepribadian (unity of personality) yang maksudnya manusia hanya dapat dipahami sebagai suatu entitas yang lengkap dan utuh. Pandangan ini mendukung sifat keterarahan perilaku yakni menegaskan apa yang ingin dituju oleh manusia lebih penting daripada apa yang ditinggalkan atau darimana mereka berasal. Setiap manusia mengembangkan gaya hidup yang unik untuk mencapai tujuan tertentu yang merupakan ekspresi dari tujuan yang ingin dicapainya. Apa yang terjadi pada diri kita merupakan hasil ciptaan (tindakan) kita sendiri dan bukan hasil dari bentukan pengalaman masa kanak-kanak. Setelah Adler meninggal, ajarannya terus disebar luaskan oleh Rudolph Dreikus. Minat terhadap ajaran Adler mulai muncul dan berkembang ketika banyak lembaga masyarakat maupun institusi nasional dan internasional menawarkan pelatihan dalam teknik-teknik Adlerian (Corey, 1985). Bahkan pada tahun 1977 terdapat suatu organisasi Adlerian di beberapa Negara seperti Austria, Denmark, Prancis, Jerman, Inggris, Yunani, Israel, Italia, Swiss, dan Amerika. B. Pokok-Pokok Teori Teori Adlerian lebih menekankan pada determinan social yang mana manusia adalah makhluk social yang termotivasi oleh dorongan-dorongan untuk mencapai tujuan tertentu yang memiliki dimensi social. Dua aspek penting dalam teori Adlerian adalah pandangan tentang sifat dasar manusia dan system teori secara garis besar. 1. Pandangan tentang sifat dasar manusia Adler mengakui pentingnya masa lima tahun pertama kehidupan dalam mempengaruhi perkembangan manusia. Individu juga memiliki kemampuan bawaan untuk mengarahkan dirinya sendiri. Factor bawaan dan kemampuan awal kurang penting dibandingkan dengan “apa yang dilakukan individu pada dirinya”. Apa yang penting bagi manusia adalah mencapai keberhasilan dan menemukan makna kehidupan. Upaya ke arah itu menjadi factor penentu perkembangan. Adler juga memandang manusia memiliki dorongan untuk berhasil. Perilaku manusia harus dipelajari dari sudut pandang yang holistic. Pada usia antara 4-5 tahun anak-anak sudah memiliki kesimpulan umum tentang hidup dan cara terbaik untuk menghadapi masalah hidup yang mana diadopsi dari interaksi lingkungannya yang kemudian membentuk gaya hidup (life style). Gaya hidup bersifat unik pada setiap individu dan mempresentasikan pola-pola perilaku yang dominan di sepanjang hidupnya. Gaya hidup jarang berubah tanpa intervensi dari orang lain. Adler memandang manusia memiliki minat social yang menjadi barometer bagi mental yang sehat. Suatu perasaan untuk memiliki dan terlibat dengan orang lain untuk mencapai tujuan-tujuan umum kemasyarakatan. 2. System Teori a. Teori Adler diklasifikasikan ke dalam perspektif fenomenologis Bagi Adler, kerangka acuan internal atau persepsi subyektif individu lebih penting daripada realitas obyektif. Esensi psikologi individual Adler yaitu Adler melihat setiap orang adalah individu yang unik dan hanya dengan memahami perspektif subyektif individu tentang lingkungan, logika pribadi dan gaya hidup, dan tujuan hidupnya maka kita dapat sepenuhnya memahami siapa jati diri individu tersebut. b. Teori Adlerian bersifat holistic Adler memandang individu sebagai satu kesatuan yang diidentikkan dengan kebulatan, manusia tidak bisa dipisah-pisah atau dibagi-bagi dan dapat dipahami hanya jika dipandang sebagai satu kebulatan. Konselor Adlerian harus memusatkan perhatian pada faktor-faktor interpersonal dan situasi social konseli. c. Perasaan rendah diri (inferioritas) sebagai determinan perilaku/ perkembangan Perasaaan rendah diri dari tahun-tahun awal kehidupan memainkan peran penting dalam mempengaruhi perkembangan manusia. Setiap anak mempersepsi dirinya sebagai entitas yang begitu kecil dan tak berdaya, khususnya dibandingkan dengan orang tua dan saudara-saudara mereka. Cara-cara yang digunakan anak dalam mengatasi perasaan rendah dirinya menjadi factor penting yang akan mempengaruhi perilaku dan perkembangan dirinya. Dalam pandangan Adler, setiap manusia memiliki tujuan untuk beralih dari perasaan inferior menjadi superior. d. Ajaran tentang gaya hidup Gaya hidup merupakan suatu cara unik yang digunakan oleh setiap individu untuk menangani perasaan rendah diri dan mencapai tujuan-tujuan hidupnya. Gaya hidup individu sebagian dipengaruhi oleh komposisi dan pola interaksi dalam keluarga. Grey (1998) memandang gaya hidup sebagai suatu yang sangat mendasar bagi semua konsep Adler, dan menggambarkannya sebagai totalitas dari semua sikap dan aspirasi individu, suatu perjuangan yang mengarahkan individu untuk mencapai tujuan. e. Minat social Tujuan dan gaya hidup individu akan memberikan pengaruh pada cara penyesuaian dirinya. Individu dipandang memiliki fitrah sebagai makhluk social, yakni entitas yang peduli dengan konteks sosialnya. Kesadaran bahwa dirinya menjadi bagian dari komunitas manusia memungkinkan individu untuk mengakui bahwa baik-buruknya masyarakat akan memberi dampak bagi dirinya, dan bahwa dengan menyokong kesejahteraan lingkungan maka ia lebih dapat mencapai tujuan-tujuan hidupnya. Minat sosial tersebut terefleksikan melalui tingkat keberhasilan yang dicapai dalam tugas kehidupan: pekerjaan, cinta, dan persahabatan. f. Konstelasi dan iklim keluarga Konstelasi keluarga meliputi beberapa aspek seperti : komposisi keluarga, peran setiap anggota keluarga, dan transaksi timbale balik antara anak dengan orang tua dan antara anak dengan saudaranya pada masa kanak-kanak. Iklim keluarga merupakan gaya (style) yang digunakan oleh keluarga dalam menangani masalh hidup dan gaya ini menjadi model bagi anak. g. Urutan kelahiran 1. Anak pertama: anak pertama pada awalnya menjadi pusat perhatian dan seringkali dimanja, tapi ketika adiknya lahir, perhatian yang diterimanya dari orang tuanya menjadi berkurang dan ia merasa marah, terancam, cemburu kepada adiknya. Anak pertama pada umumnya cenderung dapat diandalkan/ dipercaya, bertanggung jawab, dan mementingkan prestasi. 2. Anak kedua: anak kedua sering merasa tertekan karena harus bersaing dengan kakaknya. Jika tak mampu menyaingi prestasi kakaknya, anak kedua umumnya mengarahkan minatnya untuk mencapai prestasi pada bidang yang kurang diminati oleh kakaknya. 3. Anak di tengah: anak tengah ini seringkali mengalami kesulitan untuk menemukan cara menjadi unik dan kehilangan motivasi, memandang dirinya sebagai anak yang tidak dicintai dan ditolak. 4. Anak termuda: anak termuda menghadapi 2 bentuk kesukaran umum; harus berjuang/ berkompetisi atau menyamai prestasi kakak tertuanya atau membiarkan dirinya tetap tak berdaya di hadapan saudara-saudaranya dan menjadi “bayi” keluarga. 5. Anak tunggal: anak tunggal umumnya dapat mencapai prestasi seperti halnya anak pertama dan selalau dapat menikmati keadaannya yang menjadi pusat perhatian. Namun, mereka dapat menjadi manja dan hanya mementingkan dirinya sendiri. h. Gangguan perilaku Dalam pandangan Adler, gangguan psikologis dan perilaku dapat melibatkan kesalahan dalam gaya hidup, kesalahan dalam menetapkan tujuan hidup, atau tak tersalurkannya minat-minat social. Berdasarkan pada pandangan ini maka konseling Adlerian tidak memandang konseli sebagai orang yang menderita karena penyakit tetapi karena mengalami kegagalan untuk memecahkan masalah-masalah kehidupan atau menyelesaikan tugas-tugas kehidupan. Oleh karena itu konseling harus dirancang sebagai suatu proses pendidikan dan bukan pengobatan. C. Implementasi 1. Tujuan Konseling Tujuan umum konseling Adlerian adalah untuk membentuk manusia dewasa yang utuh dan sehat secara pribadi dan social ( well-functioning). Manusia dewasa yang sehat dikonseptualisasikan sebagai individu yang memperlihatkan kemandirian baik secara fisik maupun emosi produktif, dan mampu menjalin kerja sama dengan orang lain baik untuk tujuan pribadi maupun social. Secara khusus tujuan konseling Adlerian adalah membantu individu untuk mengakui perasaan-perasaan sakit (penderitaannya) yang tidak realistis. Dengan membantu individu menyadari kesalahan logika yang digunakannya dan mengubah pola berpikir dan respon-respon terkondisinya, konselor akan lebih mudah untuk membantu mereka menangani masalah inferioritas, ketergantungan, dan perasaan gagal yang bertumpuk dan kemudian mengembangkan rasa percaya diri dan minat social yang diperlukan untuk mencapai penyesuaian diri yang sehat dan gaya hidup yang lebih positif. Logika berpikir dan latar belakang merupakan sasaran utama dalam konseling Adlerian. Anak-anak yang sehat/ ideal dan dapat menyesuaikan diri dengan baik, memiliki beberapa kualitas sebagai berikut: a) Menghormati hak-hak orang lain b) Toleran terhadap orang lain c) Memiliki minat yang kuat untuk terlibat dengan orang lain d) Dapat bekerja sama dengan orang lain e) Mampu memberikan dorongan pada orang lain f) Cortious g) Memiliki konsep diri positif h) Memiliki perasaan memiliki i) Memiliki tujuan-tujuan hidup yang dapat diterima oleh masyarakatnya j) Menekankan upaya-upaya yang tulus dan sungguh-sungguh k) Mau berbagi dengan orang lain l) Lebih menekankan pada kebersamaan (kita) bukan pada pribadi (saya) 2. Proses konseling Konselor Adlerian memiliki peran yang sangat kompleks dan perlu memiliki banyak ketrampilan, harus memperlihatkan sikap mendukung (suportif) mampu, mendorong konseli untuk mau mengambil resiko, dan membantu mereka untuk mau menerima kesalahan dan ketidaksempurnaannya. Terdapat 4 tahapan yang diidentifikasi memrepresentasikan proses konseling Adlerian: a. membangun suatu hubungan yang kolaboratif dengan konseli. b. Eksplorasi dan analisis c. Pengembangan insight d. Reorientasi dan perubahan 3. Teknik konseling Ada beberapa teknik atau bisa disebut pendekatan: a. Teknik interpersonal, konselor yang meliputi kesanggupan untuk memberikan perawatan yang tulus, keterlibatan, empati, dan teknik-teknik komunikasi verbal maupun non verbal yang lain untuk mengembangkan hubungan konseling dan mengungkap perasaan-perasaan inferioritas konseli. b. Teknik bertanya, guna mengungkap harapan konseli terhadap program perlakuan, pandangannya terhadap masalah yang dialami, cara-cara yang telah mereka gunakan untuk mencoba meningkatkan kehidupannya, dan apa yang mendorong mereka mencari bantuan professional. c. Teknik dorongan, Untuk mendorong konseli, konselor perlu memusatkan perhatian pada: (1) apa yang dilakukan konseli dan bukan mengevaluasi perilakunya (2) perilaku sekarang dan bukan perilaku lampau (3)perilaku dan bukan pribadi konseli (4) upaya dan bukan hasil (5)motivasi intrinsic dan bukan ekstrinsik (6) yang dipelajari dan bukan yang tidak dipelajari (7)apa yang positif dan bukan yang negative. Teknik-teknik tersebut juga digunakan oleh konselor pada tahapan eksplorasi dan analisis. Untuk melaksanakan tahapan ketiga konselor menggunakan dorongan yang ditambah dengan interpretasi dan konfrontasi atau tantangan guna membantu konseli memperoleh kesadaran (insight) tentang gaya hidupnya. Pada tahapan keempat, konselor terus memainkan peran aktif untuk mendorong konseli menggunakannya pemahamannya guna merumuskan tindakan-tindakan nyata yang mengarah perubahan perilaku atau pemecahan masalah. Penekanannya adalah pada keyakinan, sikap, dan persepsi. Jika ketiga aspek tersebut berubah maka perilaku juga turut berubah. D. Aplikasi Model konseling Adlerian sangat cocok untuk anak-anak sehingga banyak digunakan oleh para konselor sekolah di tingkat pendidikan dasar. Pendekatan ini juga banyak digunakan sebagai kerangka kerja dalam konseling perkawinan, konseling karier, konseling umum, dan pendidikan orang tua, serta untuk berbagai tujuan assessmen. Dreikus mengembangkan suatu model konseling Adlerian yang ia sebut psikoterapi minor yang diterapkan dalam konteks pelayanan bantuan yang holistic. Pendekatannya tersebut telah dielaborasi dengan nama Adlerian brief therapy (Corey,2005). E. Kontribusi dan Kritik Konseling Adlerian memiliki banyak kelebihan juga keterbatasan. Diantara kelebihannya dapat dilihat pada kontribusinya terhadap praktek konseling dan psikoterapi. Perkembangan konseling eksistensial, konseling kognitif, konseling realita, konseling berpusat pada pribadi, dan konseling Gestalt semuanya dipengaruhi oleh pemikiran Adler. Pendekatan Adler banyak diterapkan untuk konseli dari berbagai populasi. Pendekatan Adler pada nilai kemasyarakatan juga menambah nilai positif dari pendekatannya. Keterbatasan dari teori Adler diantaranya berkaitan dengan kurangnya data penelitian yang mendukung. Banyak konsep-konsep teoritis yang dikemukakan oleh Adler seperti common sense, tujuan fiksional, dan superioritas berpotensi menimbulkan oversimplification karena masih terkesan abstrak dan kurang didefinisikan dengan jelas. Tuliasn-tulisan Adler tentang formulasi teoritiknya jug dinilai kurang sistematis. DAFTAR PUSTAKA Darminto, Eko.2007.Teori-Teori Konseling.Surabaya:Unesa University Press

TEORI EKSISTENSIAL

Nama: Ulfi Rachma Amzi Nim: 101014045 PPB/ BK B 2010 BAB 1 Pendahuluan A. Latar Belakang Latar belakang makalah ini dibuat penulis adalah karena untuk memenuhi tugas mata kuliah “Teori konseling” yang diajar oleh Drs.Eko Darminto,M.Si dan Denok Setyawati, S.Pd, M.Pd. penulis memilih untuk mereview buku analisis eksistensial yang disunting oleh Drs.Zaenal Abidin,M.Si karena prnulis tertarik dengan teori eksistensial yang antara lain dikemukakan oleh Victor Frankl.Buku ini membantu menemukan makna dalam kehidupan ini agar lebih berarti. B. Rumusan Masalah 1. Apakah yang dimaksud dengan analisis eksistensial? 2. Siapa saja tokoh eksistensial? 3. Apa saja bagian dari fenomenologi eksistensial? 4. Bagaimana sebenarnya dunia orang kompulsif itu? 5. Apa saja kontribusi psikoterapi eksistensial dalam dunia psikologi? C. Tujuan a) Untuk memenuhi tugas mata kuliah teori konseling b) Untuk mengetahui eksistensial manusia c) Untuk memunculkan kebermaknaan hidup manusia d) Untuk memahami dunia orang kompulsif e) Untuk memahami teknik-teknik eksistensial BAB II Pembahasan Judul buku : Analisis Eksistensial untuk Psikologi dan Psikoterapi Penyunting : Drs. Zainal Abidin, M.Si Penerbit : PT. Refika Aditama Kota Terbit : Bandung Cetakan Pertama: Agustus, 2002 Bab 1 Analisis eksistensial: sebuah pendekatan kualitatif untuk memahami eksistensi dan pengalaman manusia Analisis eksistensial adalah suatu metode atau pendekatan yang digunakan baik untuk mengungkap gejala eksistensi dan pengalaman manusia, maupun untuk terapi psikiatris dan psikologi terhadap subjek atau klien yang membutuhkan penanganan psikiatris dan psikologis. Menurut Binswanger (dalam May,1961) analisis eksistensial merupakan kajian psikologis untuk mengungkap eksistensi manusia dalam tahap empiris. Menurut Heidegger (1962) analisis eksistensial merupakan kajian filosofis untuk mengungkap gejala Ada (sein), sebagaimana mengekspresikan dirinya dalam eksistensi manusia (dasein). A. Sejarah Munculnya Analisis Eksistensial Istilah analisis eksistensial pertama kali dikemukakan oleh seorang filsuf Jerman bernama Martin Heidegger (1889-1976). Secara garis besar, alur sejarah analisis eksistensial bisa digambarkan seperti berikut ini: Berikut ini adalah uraian mengenai tokoh-tokoh dan aliran-aliran dalam filsafat yang mendahului dan mempengaruhi eksistensial: B. Kierkegaard dan Nietzsche 1. Kierkegaard Kierkegaard adalah seorang filsuf Denmark, yang hidup secara singkat antara tahun 1813 sampai 1855. Dia menjawab pertanyaan “bagaimana caranya aku bisa menjadi seorang individu? ”, yakni bahwa “aku” (manusia) bisa menjadi individu yang otentik, jika memiliki gairah (passion), keterlibatan, dan komitmen pribadi dalam kehidupan. Tanpa memiliki hal-hal itu, aku (manusia) hanya akan menjadi “aku” (manusia) yang tidak otentik, menjadi manusia massa, menjadi segerombolan manusia yang anonym. Yang khas dari filsafat Kierkegaard adalah upayanya untuk menemukan subjektifitas atau pengalaman subjektif manusia sebagai faktor penting yang harus diberi tempat dalam setiap kajian tentang manusia. 2. Nietzsche (1844-1900) Melalui pengalaman hidupnya yang tragis dan proses pemikirannya yang melelahkan, ia menemukan jawaban bahwa manusia bisa menjadi manusia unggul jika ia mempunyai keberanian untuk merealisasikan dirinya secara jujur dan berani. C. Fenomenologi Fenomenologi merupakan suatu metode atau pendekatan untuk mendeskripsikan gejala sebagaimana gejala itu menampakkan dirinya pada pengamat. Gejala yang dimaksud adalah baik gejala yang secara langsung bisa diamati oleh pancaindera (gejala eksternal), maupun gejala yang hanya bisa dialami, dirasakan, diimajinasikan, atau dipikirkan oleh si pengamat, tanpa perlu ada refrensi empirisnya (gejala internal). Tujuan dari fenomenologi yakni, “kembali pada realitasnya sendiri”. Realitas yang dimaksud tidak lain adalah gejala pertama, murni, dan asli. D. Eksistensialisme Eksistensi dan pengalaman manusia dengan menggunakan metode fenomenologi. Kesadaran pada dasarnya adalah intensional dan dunia manusia pada dasarnya merupakan hasil penciptaan (pemaknaan) manusia dan ia hidup dalam dunia yang telah “diciptakan” atau dimaknakannya itu (lebenswelt). 1. Hasil analisis atas eksistensi manusia 1). Eksistensi manusia adalah suatu proses yang dinamis, suatu “menjadi” atau “mengada”. 2). Eksistensi adalah pemberian makna. Manusia tidak bersifat inamen (terkurung dalam dirinya sendiri), melainkan transeden (keluar/ melampaui dirinya sendiri). 3). Eksistensi adalah ada-dalam-dunia. 4) manusia hidup dalam Mitwelt, Eigenwelt, dan Umwelt. Umwelt adalah dunia kebutuhan biologis, dorongan hewani, naluri tidak-sadar, dan segala sesuatu yang biasanya dinamakan “lingkungan” (environment). Mitwelt adalah dunia perhubungan antar manusia, yang khas manusia. Eigenwelt adalah pusat dari perspektif saya dan pusat dari perhubungan saya dengan benda-benda atau orang lain. 5). Eksistensi adalah “milik pribadi”. 6). Eksistensi mendahului esensi. 7). Eksistensi adalah otentik atau tidak-otentik. 2. Hasil analisis atas pengalaman manusia 1).Kematian (ketiadaan) adalah peristiwa yang membayang-bayangi eksistensi. Respon terhadap kematian bisa mengambil banyak bentuk. Diantaranya adalah: a. melarikan diri dengan cara menyibukkan diri dengan kerja. b. menerima kemayian sebagai fakta yang tidak bisa dihindarkan dan mengambil posisi humanis. c. memberontak terhadap kematian, dll. 2).Kecemasan (angst atau anxiety) adalah kondisi mencekam dimana manusia berhadapan dengan “ketiadaan” (Nicth atau nothing atau non-being). 3). Kehendak bebas. 4). Waktu (temporalitas). 5). Ruang (spasialitas).“ruang yang dihayati” oleh emosi seseorang. 6). Tubuh. Manusia bukan hanya kesadaran, melainkan juga tubuh. 7). Diri sendiri. 8). Rasa bersalah. E. Psikologi Fenomenologis Psikologi fenomenologis merupakan penerapan metode fenomenologis untuk menjelaskan atau mendeskripsikan gejala-gejala psikologis. F. Analisis Eksistensial Analisis eksistensial mengacu pada 2 disiplin yang berbeda, yakni pada (1) penerapan metode fenomenologi untuk menjelaskan eksistensi manusia. (2) aplikasi metode fenomenologis dan temuan-temuan eksistensialisme dalam terapi-terapi psikologis dan psikiatris. Analisis eksistensial bersifat empiris. Berikut ini langkah-langkah fenomenologi dan temuan-temuannya: 1. Analisis eksistensial, behaviorisme, dan psikoanalisis. Para analisis eksistensial menentang asumsi-asumsi vitalisme dan materialism, yang terdapat di dalam psikoanalisis dan behaviorisme. Mereka menilai bahwa kedua aliran tersebut mengabaikan bukan hanya keunikan manusia, tetapi juga nilai kemanusiaan dari manusia. 2. Beberapa asumsi tentang manusia yang terdapat dalam analisis eksistensial, behaviorisme, dan psikoanalisis. Asumsi tentang manusia Hakekat manusia Pusat kendali/Dorongan perilaku Tabiat manusia Posisi manusia dalam dunia Behaviorisme Organisme/Materi Eksternal (stimulus) Netral (Tabula rasa) Tidak bebas (deterministik) Psikoanalisis Organisme Eksternal (Id) Jahat (naluri jahat) Tidak bebas (deterministik) Analisis Eksistensial Tubuh yang berkesadaran Internal (intensioalitas) Baik (suara hati) Bebas (indeterministik) 3. Beberapa asumsi tentang metode yang terdapat dalam analisis eksistensial, behaviorisme, dan psikoanalisis. Asumsi tentang metode Hukum Kedudukan teori Sikap peneliti Kedudukan subjek kajian Behaviorisme Kausalitas Sebagai asumsi Berjarak (netral) Objek Psikoanalisis Kausalitas Sebagai asumsi Berjarak (netral) Objek Analisis Eksistensial Intensionalitas Disimpan dalam tanda kurung(reduksi fenomenologis) Trellibat (interpersonal) Sujek 4. Langkah-langkah umum metode analisis eksistensial Mereka umumnya menggunakan reduksi fenomenologis dan reduksi eidetic dalam mendeskripsikan eksistensi dan pengalaman subjek yang sedang mereka selidiki. Yang menjadi tujuan penelitian analisis eksistensial pada dasarnya adalah rekonstruksi eksistensi dan pengalaman manusia. Oleh sebab itu, peneliti analisis eksistensial harus mengungkap aspek-aspek pengalaman yang sangat esensial pada diri subjek (pasien). Bab 2 Asal-Usul dan Makna Gerakan Eksistensial Dalam Psikologi Psikologi dan psikoterapi sebagai ilmu memang berkenaan dengan manusia. Tapi sama sekali bukan dengan manusia yang secara mental sakit, melainkan dengan manusia pada umumnya. Munculnya gerakan analisis eksistensial berbeda dari munculnya gerakan-gerakan atau aliran-aliran lain karena 2 hal. Pertama, analisis eksistensial tidak didirikan oleh seorang tokoh atau pimpinan, melainkan tumbuh secara spontan dan secara asli (indigenous) di berbagai tempat yang berbeda. Kedua, gerakan ini tidak ditujukan untuk membangun sebuah mazhab atau teknik terapi baru sebagai perlawanan terhadap mazhab-mazhab atau teknik-teknik terapi lain. Ada kritik terhadap gerakan analisis eksistensial. Pertama adalah adanya prasangka, bahwa analisis eksistensial merupakan campur tangan (intervensi) filsafat dalam psikiatri, dan tidak banyak manfaatnya untuk ilmu. Sumber perlawanan kedua adalah tendensi dalam masyarakat ilmiah untuk bergelut hanya dengan teknik dan tidak sabar dengan upaya mencari landasan yang mendasari teknik tersebut. A. Apakah Eksistensialisme itu? Istilah eksistensi berasal dari akar kata “ex-sistere” yang secara literal berarti bergerak atau tumbuh ke luar. Eksistensi menunjuk pada kehadiran pribadi yang mengada atau menjadi. Mereka menegaskan bahwa adalah mungkin dan mutlak perlu untuk memiliki ilmu pengetahuan tentang manusia dalam kenyataan manusia itu sendiri. Pertalian yang sangat penting antara gerakan eksistensial dengan psikoterapi: kedua-duanya berkenaan dengan individu-individu yang sedang mengalami “krisis” yang disebabkan oleh “kecemasan dan keputusasaan”. Eksistensialisme adalah suatu sikap yang menerima manusia sebagai sesuatu yang saling menjadi, yang berarti secara potensial ada dalam “krisis”. Namun tidak berarti bahwa manusia selalu dalam keadaan tanpa harapan. Eksistensialisme bukanlah filsafat atau the way of life yang komprehensif, melainkan suatu cara dan upaya untuk menangkap kenyataan. Dari perspektif dan taraf yang berbeda, kedua jenis pendekatan tersebut berupaya keras menganalisa kecemasan, keputusasaan dan keterasingan manusia baik dari dirinya sendiri maupun dari masyarakat. B. Keretakan dan Gangguan Batin pada Abad Kesembilan Belas Karakteristik utama paruh utama abad kesembilan belas adalah tercerai-berainya atau retaknya (fragmentasi) kepribadian. Fragmentasi ini, seperti yang kita lihat, tampak dari gejala-gejala emosional, psikologis, dan spiritual baik yang terjadi pada tingkat kebudayaan, maupun pada tingkat individu. Mereka sadar bahwa sumber dari segala ancaman yang sangat serius pada dasarnya berasal dari rasio yang dipadukan ke dalam mekanika, yang pada akhirnya memperlemah vitalitas dan kekuatan individu. Kierkegaard, telah menyadari adanya kehidupan emosional dan spiritual yang mampu menghancurkan tatanan masyarakat (dan kepribadian). Kehidupan emosional dan spiritual itu adalah: kecemasan, keterasingan, kesendirian dari seorang manusia ke manusia lain yang bersifat endemis, yang akhirnya kondisi yang akan membawa manusia kearah keputusasaan yang mencekam, kearah alinasi manusia dari dirinya sendiri. Kierkegaard dan Nietzsche sangat sadar bahwa “penyakit jiwa” yang dialami oleh manusia barat pada dasarnya adalah penyakit yang lebih dalam yang lebih ekstensif daripada yang dapat dijelaskan oleh persoalan-persoalan sosial dan individual yang spesifik. C. Kierkegaard, Nietzsche, dan Freud Pandangan Kierkegaard mengenai makna kesadaran diri dan analisisnya mengenai konflik-konflik batin serta persoalan-persoalan psikosomatik yang telah dilakukan jauh sebelum Nietzsche dan Freud, sungguh mengejutkan. Ini semua memperlihatkan sensitivitas Kierkegaard pada apa yang tengah terjadi di bawah kesadaran manusia pada saat itu. Salah satu sumbangan Kierkegaard yang sangat penting pada psikologi adalah formulasinya tentang kebenaran-sebagai-perhubungan. Analisa Kierkegaard membuka ruang yang bisa memperluas cakrawala kenyataan subjektif (batin), karena memperlihatkan fakta bahwa kenyataan subjektif itu bisa saja benar, meskipun mungkin bertentangan dengan fakta objektif. Kontribusi penting kedua dari Kierkegaard pada psikologi dinamika terletak dalam tekanannya pada keniscayaan dari komitmen. Pernyataan ini mempunyai implikasi radikal, bahwa kita tidak akan pernah bisa melihat suatu kebenaran, kecuali kita sudah mempunyai komitmen dengannya. “komitmen” dan “passion”, pada prinsipnya merupakan perlawanan terhadap observasi objektif yang “tidak memihak” (disinterested). Konsekuensi dari penggunaan komitmen ini adalah bahwa (1) kita (terapis) tidak mungkin bisa sampai pada tingkat persoalan yang sungguh-sungguh dialami oleh pasien hanya melalui eksperimentasi laboratorium; alasannya, lokalisasi pengalaman di dalam laboratorium tidak bisa mewakili segenap pengalaman pasien, dan (2) hanya kalau pasien itu sendiri mempunyai kemauan dan harapan untuk bebas dari penderitaan dan keputusasaannya, maka perosalan yang ia hadapi akan tertanggulangi. Namun, untuk sampai pada penanggulangan itu ia harus menemukan inti dari eksistensinya terlebih dahulu, dan untuk itu diperlukan komitmen pada dirinya. Kita sekarang akan melihat kontribusi pada Nietzsche. Dalam refleksinya, ia berhasil menemukan fakta bahwa terdapat sumber yang irrasional. Yang tidak-sadar, yang tidak waras, serta yang destruktif di dalam kekuatan dan kebesaran manusia. Para psikolog-dalam sama-sama mengembangkan intensitas kesadaran diri. Nietzsche dan Kierkegaard melihat adanya disintegrasi psikologis dan emosional yang berhubungan dengan hilangnya hilangnya keyakinan manusia akan martabat dan kemanusiaannya. Menurut Nietzsche, kekuasaan merupakan dinamika utama dan kebutuhan hidup manusia. Ini berhubungan langsung dengan persoalan dengan psikologi mengenai dorongan dasar organisme, yang kalau dihambat bisa membuat kita menderita neurosis. Kekuasaan bukanlah dorongan untuk mencapai kesenangan, melainkan untuk menghidupkan potensi-potensi yang ada. Analisis eksistensial adalah suatu gerakan yang membawa pemahaman baru tentang manusia pada taraf yang lebih dalam dan lebih tinggi, yakni manusia sebagai manusia. Analisis eksistensial mendasarkan diri pada asumsi bahwa adalah mungkin untuk mempunyai ilmu tentang manusia yang tidak memilah-milah manusia dan tidak menghancurkan kemanusiaannya. Analisis eksistensial berusaha memadukan ilmu dan ontology, suatu usaha yang jika berhasil akan membuat pemahaman tentang manusia menjadi semakin dalam, kaya, dan variatif. Bab 3 Psikologi Fenomenologi Eksistensial A. Psikologi Tradisional (behaviorisme) Semua perilaku manusia, dijelaskan sebagai respon yang bersumber dari sistem pusat syaraf pusat terhadap stimulus yang mendahuluinya. Behaviorisme mengambil alih asumsi-asumsi mengenai hakekat “objek” dari ilmu-ilmu alam dan filsafat materialisme. Dan diasumsikan mempunyai kriteria : bisa diobservasi (observable), bisa diukur (measurable), dan bisa diamati ulang oleh peneliti lain. Objek harus menempati ruang dan waktu (spatio-temporal), dan objek yang satu berhubungan dengan objek-objek yang lain. B. Psikologi Fenomenologi Eksistensial Fenomenologi eksistensial adalah suatu filsafat yang merupakan gabungan dari fenomenologi dan eksistensialisme. Eksistensialisme adalah aliran filsafat yang berusaha memahami kondisi sebagaimana memanifestasikan dirinya di dalam situasi-situasi kongkret. Bukan hanya cirri-ciri fisiknya, melainkan juga seluruh momen yang hadir pada saat itu. Fenomenologi adalah metoda yang bisa membantu kita untuk mendekati gejala sebagaimana kita menghayati, menghidupi, atau mengalami gejala itu secara sebenarnya. Fenomenologi eksistensial merupakan disiplin filsafat yang berusaha memahami peristiwa-peristiwa eksistensi manusia dalam suatu cara yang bebas dari asumsi-asumsi budaya warisan kita, baik yang berasal dari dualism dalam filsafat (jiwa dan tubuh) dan dalam psikologi (perilaku dan pengalaman), maupun dari saintisme dan positivism. 1. Konsep-konsep dasar fenomenologi eksistensial Berbeda dari behaviorisme, psikologi fenomenologi eksistensial menempatkan manusia bukan sebagai objek (fisik), melainkan sebagai “subjek”. Manusia dilihat sebagai suatu kesatuan yang menyeluruh. Manusia eksistensial lebih dari manusia alam. Manusia adalah aktif, karena secara sadar dan sengaja sengaja membentuk atau memberi makna pada dunia. Yang dimaksud dengan dunia menurut pandangan Husserl adalah dunia sehari-hari yang belum diinterpretasikan, baik oleh interpretasi ilmiah maupun oleh interpretasi filsafat. Kesadaran sebagai sesuatu yang membuat objek hadir. Kesadaran adalah forum dimana gejala menunjukkan dirinya atau mengungkapkan dirinya. ia sama seklai bukan entitas atau kekuatan misterius yang dengannya objek diciptakan. Mengatakan bahwa kesadaran adalah “kesadaran pada” berarti bahwa kesadaran mempunyai objek. Kesadaran adalah intensional, mengarah pada sesuatu. 2. Implikasi untuk penyelidikan psikologis Psikologi fenomenologi eksistensial ada di tengah-tengah pendekatan yang objektif dan subjektif. Para psikolog fenomenologi eksistensial menolak pengertian kausalitas dalam cara yang linear (yakni menolak kepercayaan bahwa perubahan diawali dan diarahkan oleh peristiwa-peristiwa eksternal). 3. Sifat dasar struktur (Esensi) Para psikolog fenomenologi hendak mengungkap struktur atau esenei pengalaman melalui teknik deskriptif. Metoda deskripsi melalui refleksi terdisiplin yang menggantikan metoda eksperimen, dan struktur atau esensi kesadaran menggantikan perhubungan sebab-akibat. Struktur atau esensi adalah konsep dasar dalam pendekatan psikologi fenomenologi eksistensial. Hal yang sama tampak dari gejala psikologis seperti “rasa cemas” (being anxious). Cemas adalah pengalaman yang mempunyai makna buat kita. Bentuk perasaan cemas bisa dirasakan secara jelas pada beragam kasus yang berbeda. Bab 4 Dunia orang kompulsif A Masalah Tulisan ini hendak medeskripsikan dunia”tempat” individu kompulsif hidup. Fokus penyelidikannya adalah pada cara berada yang khas di mana individu tersebut berada dalam dunia khasnya, yang berbeda dari dunia kita. Kasus H.H (kasus anakastic psycopath) Pasien berusia 17 tahun, terkesan pemalu, introvert, merasa ditolak dan dihambat.Sebetulnya ia seorang pelajar yang pintar dan ambisius Ia pernah jadi pemimpin di kelasnya dan mamu menangkap secara cepat setiap pelajaran yang disampaikan oleh guru-gurunya. Pasien mengeluh kompulsinya,ia menganggap dirinya abnormal. Ketika berusia 12 tahun,untuk pertama kalinya ia “mimpi basah”.Pagi harinya ia merasakan bau menyengat pada tubuhnya. Ia terus menerus dibayangi oleh pikiran bau busuk dan pikiran ini menghambatnya untuk berbicara dan berhubungan dengan orang lain. Kompulsi mengendalikan dan menentukan pasien dalam segala hal.Kompulsi dimulai pada saat pasien bangun tidur di pagi hari.Kompulsi berlangsung secara ritual. Ia selalu merasa bersalah (guilty conscience). Kompulsi untuk mengatur, menentukan segalanya,bahkan menentukan cara makan dan menuju pintu. Jika ia menyentuh sesuatu,ia merasa dirinya menjadi kotor (pasien mengalami kompulsi mencuci). Ia tidak pernah bisa tenang; semuanya harus harus dianalisa atau diperiksa,direkapituasi atau diulang atau dicuci-dan ketika melakukan semua hal itu,ia diganggu oleh bau tubuhnya sendiri. Ia betul-betul tertekan dan tanpa harapan. Ia hidup tanpa adanya kehidupan seksual. B Aspek gangguan dalam sindroma kompulsi: Ilusi bau yang bersifat fobia Penyakit kompulsi H.H.,dikenal juga “disturbance psychism”,ditandai oleh obsesi bau tubuh yang bersifat ilusi. Sebetulnya, sesuai dengan fobia anankastis yang bersifat ilusi,ada kecenderungan pasien untuk larut bau air kencing yang bersifat ilusi. Kesadaran akan bau yang repulsif selalu menganggu ritme kehidupan yang normal. Pasien terjerat perasaan sakit,aversiv,malu dan jijik. H.H. terperangkap dalam masa lalu.Bau busuk tubuhnya sendiri yang tidak bisa hilang sinonim dengan terikatnya pasien pada masa lalu,sedangkan maasa depan yang seharusnya diwujudkan dalam tugas-tugas yang bermakna,justru dikorbankan. C Sisi defensif dari sindroma kompulsi dan hakekat (sifat dasar) kompulsi. (H.H.menderita gangguan kemampuan untuk bertindak). Gangguan ini tampak dari terhambatnya pasien untuk memulai sesuatu yang baru dan untuk meneruskan atau menyelesaikan sesuatu. Ia mengalami gangguan kemampuan unuk bertindak disertai dengan kompulsi untuk kepastian. Ciri dari pengalaman kompulsi adalah bahwa terdapat “ya” dan ”tidak” yang simultan-penerimaan/kepatuhan berpasangan dengan penolakan batin. Sebagian besar aktivitas orang sehat dijalankan tanpa dibebani oleh niat yang kuat untuk menjadi pasti, sehingga ia tidak merasa gagal jika mengalami ketidakpastian. Orang sehat percaya pada dirinya sendiri,ia memaklumi dirinya bisa salah dan gagal.Ia hidup dalam suasana kebebasan. Berbeda dari orang normal,orang kompulsif justru berusaha agar akibat-akibat yang tidak penting dan tidak relevan dari objek-objek kehendaknya untuk menjadi akurat. D Pasien kompulsif dan dunianya Dunia pasien kompulsif adalah dunia yang terpisah dari koinos kosmos(dunia orang normal). Dibandingkan dengan pasien lain,pasien kompulsif cenderung untuk menghindar dari orang lain;oleh sebab itu,sukar sekali memahami kepribadian dan dunianya. Perbedaan antara pasien kompulsif dengan pasien-pasien lain yang mengakami gangguan untuk Menjadi adalah cara menangani gangguan peristiwa temporal batinnya. Pasien kompulsif mempertahankan dirinya terhadap efek yang mengancam dari kekurangan temporalnya sendiri,meskipun ia tidak mengetahui hal itu.Ia mempertahankan dirinya terhadap kemungkinan yang mengancam daari kehilangan bentuk dengan cara menolak objek-objek dan pikiran-pikiran tempat menghancurkan bentuk eksistensinya. Bab 5 Beberapa temuan dalam kasus schizophrenic depression. Pasien adalah seorang pria berusia 66 tahun. Gejalanya adalah depresive psychosis,disertai dengan delusi-delusi tentang hukuman mati dan “interprestasi yang meluas”(ekstensive-interprestasnsive interpretations). Pasien menunjukan perasaan-perasaan bersalah dan pikiran-pikiran tentang kehancuran.Ia menganggap dirinya sebagai orang asing yang telah melakukan tindak kejahatan,sehingga harus menjalani hukuman yang teramat kejam. Pikiran-pikiran tentang kesalahan, kehancuran, hukuman dan hukuman mati tersebut,disertai oleh interprestasi-interprestasi yang sungguh-sungguh “mengejutkan”.Ia menamakan semua itu “politik sampah”,yakni suatu sistem politik yang secara khusus dilembagakan hanya untuk dirinya. A. Temuan-temuan psikologis;perubahan-perubahan sikap dan perluasan delirium. Kadang-kadang ia bertingkah laku sebagai individu normal,mengambil bagian dalam perbincangan umum dan sama sekali tidak keluar dari patologinya. Perhatian kita lebih terarah pada fakta bahwa daerah simpton-simptonnya bervariasi san perubahan-perubahan terjadi menurut keadaan-keadaan tertentu. Ada 2 sikap pada pasien yang perlu untuk kita bedakan : kadang-kadang unsur delusional dan deliriumnya yang dominan. Perubahan kedua sikap dan perilaku tersebut tidak berlangsung dalam cara yang teratur;sebaliknya,perubahan tampaknya ditentukan,paling tidak sebagian,oleh faktor-faktor tertentu yang spesifik dan tunduk pada motif-motif tertentu. Perubahan simpton-simpton dan berbagai bentuknya membangun seejenis arus yang mengalir antara kehidupan normal dan jiwa patologis. B. Temuan-temuan fenomenologis Sejak pertama sudah jelas bahwa proses mental pasien berbeda dari kita, dengan adanya delusi-delusi. Psikiatri modern, dibantu oleh psikolog tentang kompleks-kompleks telah membuktikan bahwa simpton-simpton abnormal dapat dilacak dari dorongan-dorongan normal. Setiap hari berhadapan dengan peristiwa yang monoton dan menjengkelkan dari dunia yang sama, keluhan-keluhan yang sama, sampai-sampai orang lain mungkin akan berpikir bahwa pasien betul-betul telah kehilangan segenap makna kontinuitas yang mutlak harus ada di kehidupan. Demikianlah perjalanan waktu bagi pasien. Dorongan pribadi adalah faktor yang menentukan lebih dari sikap kita terhadap hubungannya dengan masa depan, tetapi juga menentukan perhubungan kita dengan lingkungan kita. Dalam dorongan pribadi ini, terdapat unsur perluasan (ekspansi), kita keluar dari batas-batas ego kita sendiri dan meninggalkan jejak pribadi pada dunia di sekitar kita. Dorongan hidup individu (pasien) melemah dan sintesa kapribadian manusiawinya rusak; unsur-unsur yang membentuk kepribadiannya memerlukan kebebasan (independensi) dan tindakan-tindakannya bukanlah berupa tindakan-tindakan yang bebas, perasaan akan waktu terputus dan tunduk pada perasaan akan rangkaian hari-hari yang sama dan monoton, dan sikap terhadap lingkungan ditentukan oleh gejala perasaan sakit inderawi; dalam dunianya hanya terdapat seorang pribadi yang sedang berhadapan dengan alam yang memusuhinya;objek-objek tersebut tidak lain adalah lawan yang memusuhinya. Bab 6 Kontribusi psikoterafi eksisensial Karakter khas analisa dan dengan Dasein (struktur eksistensi dari ada-khusus,yakni manusia) yang sedang berhadapan dengan kita. Kalau kita hendak mengetahui seorang pribadi,maka pengetahuan kita mengenai pribadi itu harus tunduk pada fakta eksistensi aktualnya yang menyeluruh. Kita dihadapkan pada sebuah dilema: A. Ada dan ketiadaan Ciri utama zaman modern ini di barat adalah kurangnya kesadaran akan ”makna ontologis” (makna ada). ”Tentang ‘ada’ sendiri, ”Marcel melanjutkan, ”harus diakui sangat sulit untuk didefinisikan. Ada adalah apa yang tetap tinggal tidak terungkapkan.ada adalah yang menetukan sekumpulan faktor-faktor kompleks yang deterministik. Istilah yang digunakan oleh para terapis eksistensial untuk menunjuk pada karakter utama eksistensial manusia adalah dasein. Terbentuk dari sein (ada) dan da (di sana), dasein berarti bahwa manusia adalah Ada yang terdapat di sana. Manusia adalah Ada yang mempunyai kemampuan untuk sadar akan,dan bertanggung jawab untuk,eksistensinya. Penerimaan oleh orang lain seperti oleh terafis misalnya,menunjukan pada pasien agar bisa diterima,ia tidak lagi perlu berjuang untuk melawan baik oranglain maupun dunia;penerimaan membebaskan dia untuk mengalami keberadaanya sendiri. Komentar ketiga adalah bahwa “ada” merupakan kategori yang tidak dapat direduksi pada perintah atau kewajiban yang berasal dari norma-norma sosial dan etis. Titik pusat tempat saya berdiri adalah “ada” saya sendiri. Komentar keempat, yang merupakan komentar paling penting dibandingkan dengan tiga komentar sebelumnya, adalah bahwa pengalaman mengenai “aku ada” tidak identik dengan “berfungsinya ego”. Ego seringkali dikatakan lemah pada anak-anak, lemah karena kurang memiliki kemampuan dalam menilai dan berelasi dengan realitas; sebaliknya makna ada sangatlah kuat, meskipun kemudian setelah anak belajar menjadi konformis, mengalami eksistensinya sebagai cermin dari penilaian orang lain terhadapnya, melepaskan originalitas dan makna ada primernya. “ada dan ketiadaan”, menunjukkan fakta bahwa ketiadaan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari ada. Jika dikaitkan dengan eksistensi, maka makna “dan” berarti eksistensi, setiap saat dan setiap waktu, dibayang-bayangi oleh ketiadaan. Tanpa kesadaran akan ketiadaan, maka eksistensi kita hambar, tidak nyata, dan akibatnya kesadaran diri yang konkret kehilangan kualitasnya. Namun dengan adanya ketiadaan, eksistensi berlangsung dalam suasana yang penuh vitalitas dan kesegaran, dan individu mengalami suatu kesadaran yang meningkat akan dirinya, akan dunianya, dan akan orang lain di sekitarnya. Kematian adalah bentuk ancaman yang sangat nyata dari ketiadaan. Kematian membuat eksistensi kita nyata, absolute, dan kongkret. Alasannya, kemampuan sebagai potensi absolute dan tidak bisa dihindari mampu mengindividualisasikan dan membuat manusia menjadi spesifik. Ditinjau dari aspek yang positif, kemampuan untuk menghadapi ketiadaan diilustrasikan dalam kemampuan untuk menerima kecemasan, permusuhan, dan agresi. B. Kecemasan dan rasa bersalah Kecemasan adalah ancaman terhadap dasar atau pusat eksistensi manusia. Kecemasan adalah pengalaman mengenai ancaman dari ketiadaan. Kecemasan menyerang pusat self esteem manusia dan maknanya sebagai “diri”, yang merupakan salah satu aspek dari pengalamnnya yang ada. Sebaliknya, ketakutan adalah ancaman terhadap pinggir-pinggir eksistensinya; ketakutan dapat diobjektifasi dan kita dapat berdiri “di luar” serta melihatnya. Kecemasan menyerang “pusat ada” seseorang. Jika kita tunduk pada kecemasan, pada tingkat tertentu kita tidak dapat membayangkan bagaimana eksistensi kita berada “di luar” kecemasan. C. Ada-dalam-dunia Kierkegaard, Nietzsche, dan para eksistensialis lainnya menunjukkan bahwa ada dua sumber utama kecemasan dan keputusasaan manusia modern. Pertama, hilangnya makna Ada, dan kedua, hilangnya dunia. Pengalaman isolasi, alinasi diri dari dunianya, diderita bukan hanya oleh orang-orang dalam kondisi patologis., tetapi juga orang-orang normal. Akarnya adalah alienasi dari dunia natural. Di balik aspek-aspek alienasi ekonomis, sosiologis, dan psikologis, sesungguhnya terdapat satu sebab yang utama, yakni alienasi sebagai konsekuensi dari empat abad yang lalu, yaitu pemisahan dunia subjektif (manusia) dari dunia objektif (alam). D. Tiga bentuk (modus) dunia Para analisis eksistensial membedakan tiga bentuk atau tiga aspek stimultan dunia, yang membuat eksistensi kita menjadi ada-dalam-dunia. Bentuk yang pertama adalah umwelt, yang arti literalnya dunia sekitar. Bentuk yang kedua adalah mitwelt, yang arti literalnya adalah dunia bersama. Bentuk yang ketiga, eigenwelt, yakni dunia milik sendiri. Ketiga bentuk/ modus dunia tersebut selalu saling berhubungan dan saling mengkondisikan satu sama lain. Manusia hidup dalam umwelt, mitwelt dan eigenwelt secara stimultan. Ketiga-tiganya sama sekali bukan tiga dunia, melainkan tiga cara berada dalam-dunia. E. Waktu dan sejarah Eksistensi selalu berada dalam proses menjadi, selalu berkembang dalam waktu, dan tidak terkurung dalam waktu, dan tidak pernah terkurung dalam lingkaran yang kaku. Eksistensi adalah “menjadi” atau “mengada”, dan bukannya “sudah ada”. Seperti yang dikatakan oleh Mowler dan Lindle, waktu adalah dimensi kepribadian yang khas manusia “dan” keterkaitan waktu.-yakni kemampuan manusia untuk menghadirkan masa lalu dan masa depan sebagai bagian dari kesatuan waktu menyeluruh pada saat ini-merupakan “esensi jiwa, di samping esensi kepribadian”. F. Melampaui (mengatasi) situasi saat ini Kemampuan manusia normal untuk melampaui situasi sekarang,tampak secara nyata dalam berbagai situasi sehari-hari. Pertama-tama dalam mengatasi batas-batas masa kini dan kemudian dalam membawa masa lalu dan masa depan ke dalam eksistensi saat ini. Kemampuan manusia untuk mengadakan transedensi tersebut,secara khusus tampak pada perhubungan-perhubungan sosial atau dalam relasi normal antara individu dengan masyarakat G. Beberapa implikasi untuk teknik psikoterafeutik Analisis ekstensial merupakan suatu cara memahami eksistensi manusia dan salah satu kendala utama dalam memahami keberadaan manusia adalah karena terlalu menekankan pada teknik. Pendekatan ektensial mengambil jalan yang berlawanan yakni, teknik mengikuti pemahaman.Tugas dan tanggung jawab utama terafis adalah memahami pasien sebagai Ada dan ada-dalam-dunianya. Beberapa implikasi mengenai teknik terafi: • Beragamnya teknik terapeutis diantara para terafis eksistensial. • Bahwa makna dari dinamisme-dinamisme psikologi pasien tergantung pada situasi eksstensial dan kehidupan laangsung pasien itu sendiri. • Tekanan analisis eksistensial pada kehadiran.Artinya,perhubungan terafis dengan pasien merupakan suatu perhubungan yang nyata. • Berkaitan erat dengan dengan diskusi tentang kehadiran : Dalam terafi diusahakan untuk “mengenyahkan secara habis-habisan“ cara-cara bertingkah laku yang menghancurkan kehadiran. • Berkaitan dengan proses terapeutik. • Berkaitan dengan pentingnya komitmen. Bab 7 Viktor E.Frankl Di Wina,Austria,pernah hidup seorang bernama Dr. Viktor E.Frankl adalah penulis buku Mans Search for meaning (Frankl,1959). Ajaran Frankl selain merupakan merupakan suatu pemikiran psikoterapi,juga merupakan suatu filsafat hidup.Merupakan filsafat hidup,karena pemikirannya memberikan interprestasi yang konsisten mengenai hidup, kematian, cinta tanggung jawab dan berbagai aspek penting dalam hidup. Pemikiran Frankl merupakan suatu pandangan psikoterafi. Sebagai pendekatan psikoterapi,pemikiran Frankl disebut Logoterapi (berasal dari kata Yunani,”logo”yang berarti makna). Logoterapi adalah salah satu dari beberapa pemikiran psikoterapi yang bersumbel dari premis eksestensial. A. Kondisi manusia Kecemasan eksistensial. Kematian: Kita semua adalah mahluk yang tidak abadi.Kematian sewaktu-waktu akan datang menjemput kita. Takdir : Takdir kita mungkin suatu kesengsaraan atau malapetaka,yang tidak dapat diramalkan atau dikendalikan. Pilihan : Keharusan untuk membuat pilihan mengundang kecemasan eksistensial. B. Kondisi masyarakat Abad XX, banyak pengamat secara jeli melihat bahwa keadaan itu datang dari kondisi masyarakat yang tidak menguntungkan. Kita masih dapat menambahkan faktor lain seperti melemahnya hubungan antar pribadi dalam massa, tidak adanya bersama mengenai kehidupan yang lebih baik di masa depan,penekanan pada aspek material dan pengabaian segi spiritual. C. Logoterapi 1. Makna Mengikuti contoh Frankl,dan sejumlah psikiater lain,saya kadang bertanya pada orang lain tentang apa yang membuat mereka bertahan hidup. Esperimen informal ini justru langsung mengarah ke jantung dari logoterapi,yang mengatakan bahwa dorongan terkuat bukanlah dorongan untuk mendapatkan kepuasan,seperti yang dinyatakan Freud atau kekuasaan seperti pendapat Adler;namun kebutuhan akan makna. Konsep mengenai makna merupakan inti dari logoterapi. Penekanan kuat pada makna akan menjadi pandangan Frankl tentang dunia sangat berbeda dengan pandangan eksistensial lainnya mengenai dunia 2. Makna tidak identik dengan aktualisasi diri Aktualisasi diri adalah suatu proses yang menjadikan kita seperti adanaya kita,dimana kita mengembangkan dan menyadari cetak biru dari potensi dan bakat kita sendiri. Namun,meski seseorang sanggup sepenuhnya mengembangkan potensinya, belum tentu ia telah memenuhi makna hidupnya. Makna tidak terletak dalam diri kita, melainkan berada di dunia luar. Kita tidak menciptakan makna,atau memilihnya,melainkan harus menemukannya. 3. Makna bersifat unik untuk setiap orang Setiap orang lahir ke dunia mewakili sesuatu yang baru,yang tak ada sebelumnya,sesuatu sesuatu yang orisinil dan Unik. Tugas setiap orang adalah untuk memahami bahwa tak pernah ada seorangpun serupa dirinya, karena jika memang pernah ada seorang serupa dirinya, maka ia tidak diperlukan. Setiap orang adalah sesuatu yang baru, dan harus memenuhi suatu panggilan di dunia(Buber,dikutip Severin,1965). 4. Mengalami Mengalami memiliki nilai terapeutik karena mampu mengimbangi tuntutan dari luar diri kita untuk mmencapai suatu keberhasilan.Seperti terjadi di dunia barat,akibat dari pencapaian di liar diri,membuat orang mengabaikan pengalaman dunia dalam. 5. Penderitaan Manusia dapat memenuhi makna hidup bukan hanya melalui pencapaian dan melalui mengalami, tapi juga melalui penderitaan. Pengamatan terhadap pengalaman kita sendiri,jaga pengalaman orang lain,tampak mendukung sistem nilai yang seakan paradoksal ini. Periode pengembangan diri tak jarang di didahului oleh penderitaan dan keputusasaan. Penderitaan yang pedih merangsang kita untuk berkembang. Seperti kata Nietzche ”yang tak membuat saya terbunuh adalah yang membuat saya tangguh,”(dikutip Frankl,1959). D. Logoterapi dalam praktek Fungsi psikoterapis adalah membantu klien agar lebih sehat secara emosional dan salah satu cara untuk mencapainya adalah dengan memperkenalkan filsafat hidup yang lebih sehat. Dalam Logoterapi,individu yang mengalami gangguan diajak berkenalan dengan pemikiran Logoterapi dan mengajaknya untuk menerapkan pandangan itudalam eksistensinya, mengajaknya untuk menemukan makna hidupnya. Berkenalan dengan pemikiran Logoterapi, bagi banyak orang memberi dampak terapeutis. Menemukan makna hidup merupakan sesuatu yang kompleks. Pada banyak kasus,terapis hanya mengajak klien untuk memulai menemukannya. Terapis harus menghindar untuk memaksakan suatu makna tertentu pada klien ,melainkan mempertajam kepekaan klien akan makna hidupnya. Mungkin cara paling baik yang dapat dilakukan seorang logoterapis –guna membantu klien agar mengenali apa yang akan ia lakukan dalam hidup-adalah dengan memperdulikan dan menciptakan atmosfer yang bersahabat, sehingga klien bebas menjelajahi keunikan dirinya tanpa rasa takut ditolak. E. Ringkasan dan kesimpulan Logoterapi coba melawan keputusasaan yang disebabkan oleh kondisi seperti itu dengan cara menegaskan bahwa setiap kehidupan individu mempunyai maksud,tujuan dan makna yang harus diupayakan untuk ditemukan dan dipenuhi. Hidup kita tidak lagi kosong jika kita menemukan suatu sebab atau orang yangyang terhadapnya kita dapat mendedikasikan eksistensi kita. Bab 8 Penutup A. Beberapa catatan kritis Pentingnya menganalisis masa depan pasien didasarkan pada kenyataan eksistensial bahwa kehidupan atau perilaku manusia (pasien), sedikit atau banyak, bisa dipahami dengan cara menganalisis orientasi masa depannya. Catatan kedua berkaitan dengan relasi antara manusia dan dunianya. Manusia harus mengejar dan menemukan makna. Makna, menurutnya, berada dalam dunia dan dunia berada di luar manusia. B. Apakah analisis eksistensial masih dipeerlukan untuk masa kini dan masa depan? Psikologi harus menjadi suatu science (ilmu pasti alam) yang independen. Padahal, analisis eksistensial mengeritik ilmu dan mengambil manfaat dari filsafat (fenomenologi dan eksistensialme). Para analisis eksistensial menyadari kompleksitas manusia yang mereka hadapi. Mereka menyadari bahwa manusia bukan hanya merupakan mahluk biologis atau fisis,melainkan juga sebagai mahluk yang unik dan mempunyai kesadaran Para analisis eksistensial bukanlah orang-orang dogmatis,yang memandang pendekatan-pendekatan lain sebagai tidak berguna. Mereka menyadari bahwa pendekatan analisis eksistensial merupakan suatu alternatif,terutama jika pendekatan-pendekatan lain mengalami jalan buntu.Mereka pun menyadari bahwa penerapan analisis eksistensial cukup terbatas. Analisis eksistensial barangkali sangat cocok dengan kondisi kita. Pemahaman intersubjektif atas individu dan pendekatan yang bersifat intim dengan klien,sangat membantu pemahaman dan terafi dalam masyarakat yang bersifat kolektivistik seperti indonesia.Bukankah merupakan sesuatu yang alami jika orang ingin dihargai,diakui,dipahami dan diperlakukan sebagai manusia manusia,sebagaimana yang dianjurkan oleh para analis eksistensial BAB III Penutup A. Kesimpulan Analisis eksistensial adalah suatu metode atau pendekatan yang digunakan baik untuk mengungkap gejala eksistensial dan pengalaman manusia, maupun untuk terapi psikiatri dan psikologi terhadap subjek atau klien yang membutuhkan penanganan psikiatri dan psikoterapi.munculnya analisis eksistensial diawali oleh Heidegger, yang kemudian dikembangkan oleh Kieregaard dan Nietzsche. Inti dari eksistensialisme disini adalah untuk mencapai pemaknaan pada hidup manusia dari sesuatu yang tidak ada menjadi ada. Pemaknaan hidup itu muncul untuk mengatasi kematian, kecemasan, dan rasa bersalah yang pasti dialami oleh semua manusia. Makalah ini juga menyajikan tentang dunia orang kompulsif yang berbeda dari dunia kita, dimana individu sepenuhnya hidup dalam dunianya sendiri, terpisah dari dunia orang normal dan sukar untuk “ditembus” oleh orang lain. Kontribusi eksistensial terhadap dunia psikologi diantaranya adalah tentang ada dan ketiadaan, kecemasan dan rasa bersalah, ada-dalam-dunia, tiga bentuk (modus) dunia, waktu, dan sejarah. Bagaimana cara melampaui (mengatasi) situasi saat ini, juga disertai beberapa implikasi untuk teknik psikoterapeutik. Salah satu tokoh eksistensial yang paling berperan adalah Victor Frankl yang mencetuskan tentang teknik logoterapi untuk mencari makna dalam kehidupan seseorang. Tokoh lain diantaranya adalah Kierkegaard, dan Nietzsche. B. Saran Dalam membuat makalah ini, penulis sadar bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan karena kesempurnaan hanya milik Allah. Untuk itu, penulis sangat terbuka untuk menerima segala kritik dan saran yang yang ditujukan untuk lebih menyempurnakan makalah ini. Penulis mengucapkan banyak-banyak terima kasih kepada semua pihak yang membantu terselesaikannya makalah ini. Daftar Pustaka Abidin, Zainal, 2002, Analisis Eksistensial untuk psikologi dan psikiatri, Bandung: Refika Aditama

TEORI KONSELING

Nama: Ulfi Rachma Amzi Nim: 101014045 PPB/BK B 2010 Contoh kasus Arga adalah seorang mahasiswa di Universitas Negeri di Surabaya. Dia sekarang duduk di semester 3 jurusan bahasa Jerman Fakultas Bahasa dan Seni. Sehari-harinya dia tergolong anak yang supel-mudah bergaul dengan siapa saja, kecuali satu hal, yakni dia cenderung menjauhi perempuan. Arga menganggap bahwa semua perempuan itu tidak baik. Anggapannya beralasan ketika diketahui masa lalu Arga. Arga ketika kecil (usia SD) Arga mengalami perlakuan yang buruk dari ibunya. Ibunya selalu memperlakukannya dengan kasar, tidak pernah menunjukan sikap kelemah lembutan, layaknya seorang ibu kepada anaknya. Ibunya juga seorang yang egois, dominan terhadap ayahnya. Jadi ia mengidentifikasi semua perempuan akan berbuat berbuat sama dengan ibunya. Ia tak ingin menjadi laki-laki lemah yang didominasi oleh perempuan. Karena itu dengan menghindari perempuan. Akibat tingkah lakunya itu, dia merasa kesulitan dengan perkembangannya yang memang seharusnya sudah usianya untuk mengenal lawan jenisnya. Dan ia tak dapat memaksimalkan potensinya. Tujuan konseling 1. Mencapai kesadaran diri (bahwa semua perempuan tidak sama dngan ibunya) 2. Menghayati hidup pada tataran disini & sekarang (dia bukan lagi menjadi anak kecil yang diperlakukan tidak baik, tapi sekarang menjadi manusia dewasa yang sudah saatnya menjadi perempuan) 3. Mengungkap masalah-masalah pribadi yang tak terselesikan (mengenai perlakuan tidak baik dari ibunya di masa lalu) 4. Mencapai & memanfaatkan sumber-sumber potensi pribadinya. 5. Melakukan kontak yang bermakna dengan semua aspek dirinya,orang lain, & lingkungannya (mulai membentuk hubungan dengan orang lain,termasuk perempuan) Proses konseling Penulis akan menggunakan teori gestalt dalam hal ini karena konseli (Arga membiarkan dirinya dikelilingi oleh masalah-masalah yang tak terselesaikan (unfinished bussiness). Yakni masa lalunya yang diperlakukan tidak baik oleh ibunya. Karena hal ini, Arga mengalami gangguan perkembangan dalam kehidupan pribadinya yakni cenderung menghindar dari perempuan. Dia menganggap semua perempuan sama jeleknya dengan ibunya. Maka dari itu, timbul perasaan trauma terhadap perempuan. Gangguan perkembangan dalam konseling gestalt timbul apabila individu mengingkari atau menolak aspek-aspek dirinya, tidak hidup pada saat sekarang, tidak melakukan kontak dengan lingkungannya, kurang memiliki kesadaran, dan kurang mengaktualisasikan dirinya. dari ciri-ciri tersebut beberapa telah dimiliki Arga. Dalam proses konseling Gestalt, Arga diarahkan untuk mencapai suatu kesadaran karena melalui kesadaran maka akan ada kemauan untuk berubah mengatasi masalahnya. Proses membangkitkan kesadaran dapat dicapai dengan cara mengembangkan hubungan alinasi terapeutik yang kodusif & menekankan pada aspek-aspek personal konseli. Konselor harus berusaha untuk menjalin hubungan yang baik dengan konseli (Arga) dengan harapan agar konseli merasa nyaman dalam mengungkapkan gejala emosi yang dipendam selama ini (terhadap perempuan). Dalam hubungan ini, konselor dan konseli dituntut untuk menghayati sepenuhnya keadaan disini dan sekarang. Konselor tidak boleh membiarkan konseli (Arga) kembali larut dalam masa lalunya yang kelam, tapi berusaha untuk memfokuskan perasaan-perasaan yang dialaminya saat ini. Juga konseli hendaknya didorong untuk berperan aktif dan mengambil tanggung jawab. Tujuan konseling pada umumnya adalah untuk memandirikan konseli. Untuk itu, konseli harus didorong untuk membuat suatu keputusan yang dapat dipertanggung jawabkannya. Teknik konseling Teknik eksperimen berarti mendorong konseli untuk mengalami dan mencoba cara-cara baru. Melalui teknik ini konseli membelajarkan konseli (Arga) untuk mengalami dan menghayati kembali masalah-masalah yang tak terselesaikan ke dalam situasi disini dan sekarang. Arga dapat diarahkan untuk mencoba melakukan kontak dengan perempuan, dengan memposisikan dirinya, bagaimana tindakan dirinya sewaktu diperlakukan tidak baik oleh ibunya, tapi dibawa ke masa sekarang yakni sebagai Arga yang dewasa, bukan anak kecil lagi. Dengan cara ini diharapkan Arga akan mencoba menyelesaikan masalah-masalah yang tak terselesaikan di masa lalunya. Teknik lain yang bisa digunakan berkaitan dengan penggunaan bahasa. Penggunaan bahasa yang tepat membuat konselor dapat menciptakan suatu iklim lingkungan yang dapat mendorong perubahan.: • Menggunakan pernyataan “saya”! Konselor mendorong konseli (Arga) untuk memusatkan perhatian pada perasaan dan pengalamannya sendiri. Arga diarahkan untuk menyadari perasaannya sendiri, tetap focus dan tidak boleh menyimpang ke pengalaman atau perasaan orang lain. • Menyatakan pengalaman disini dan sekarang. Jika konseli bercerita tentang masa lalunya, konselor harus segera mengarahkannya untuk mengalaminya kembali pada saat sekarang. Teknik lainnya adalah topdog/ underdog. Dalam topdog, Arga menempatkan dirinya untuk menilai dan mendorong bagian dirinya yang terhambat perkembangannya tadi (cenderung menghindari perempuan) dan kemudian mengatakan bagaimana ia seharusnya berpikir, bertindak terhadap perempuan yang sewajarnya. Melalui proses konseling tersebut, dengan pendekatan teori gestalt, diharapkan Arga dapat mencapai kesadaran diri untuk menyelesaikan masalahnya, untuk mengungkapkan masalah-masalah yang tak terselesaikannya, melakukan kontak dengan semua aspek lingkungannya termasuk perempuan, dan dapat meningkatkan rasa tanggung jawab dalam membuat pilihannya sendiri, dan dapat mengembangkan potensi-potensinya.
nama: Ulfi Rachma Amzi nim: 101014045 PPB/ BK B 2010 Tahap perkembangan kepribadian menurut freud a. Tahap Oral (mulut) Tahapan ini berlangsung selama 18 bulan pertama kehidupan. Mulut merupakan sumber kenikmatan utama. Dua macam aktivitas oral di sini, yaitu menggigit dan menelan makanan, merupakan prototype bagi banyak ciri karakter yang berkembang di kemudian hari. Kenikmatan yang diperoleh dari inkorporasi oral dapat dipindahkan ke bentuk-bentuk inkorporasi lain, seperti kenikmatan setelah memperoleh pengetahuan dan harta. Misalnya, orang yang senang ditipu adalah orang yang mengalami fiksasi pada taraf kepribadian inkorporatif oral. Orang seperti itu akan mudah menelan apa saja yang dikatakan orang lain. b. Tahap Anal Tahapan ini berlangsung antara usia 1 dan 3 tahun. Kenikmatan akan dialami anak dalam fungsi pembuangan, misalnya menahan dan bermain-main dengan feces, atau juga senang bermain-main dengan lumpur dan kesenangan melukis dengan jari. c. Tahap Phallic Tahapan ini berlangsung antara usia 3 dan 6 tahun. Tahap ini sesuai dengan nama genital laki-laki (phalus), sehingga meupakan daerah kenikmatan seksual laki-laki. Sebaliknya pada anak wanita merasakan kekurangan akan penis karena hanya mempunyai klitoris, sehingga terjadi penyimpangan jalan antara anak wanita dan laki-laki. Lebih lanjut, pada tahap ini anak akan mengalami Oedipus complex, yaitu keinginan yang mendalam untuk menggantikan orang tua yang sama jenis kelamin dengannya dan menikmati afeksi dari orang tua yang berbeda jenis kelamin dnegannya. Misalnya anak laki-laki akan mengalami konflik oedipus, ia mempunyai keinginan untuk bermain-main dengan penisnya. Dengan penis tersebut ia juga ingin merasakan kenikmatan pada ibunya. d. Tahap Latency Tahapan ini berlangsung antara kira-kira usia 6 tahun dan masa pubertas. Merupakan tahap yang paling baik dalam perkembangan kecerdasan (masa sekolah), dan dalam tahap ini seksualitas seakan-akan mengendap, tidak lagi aktif dan menjadi laten. e. Tahap Genital Tahapan ini berlangsung antara kira-kira dari masa pubertas dan seterusnya. Bersamaan dengan pertumbuhannya, alat-alat genital menjadi sumber kenikmatan dalam tahap ini, sedangkan kecenderungan-kecenderungan lain akan ditekan. Perkembangan Kepribadian Menurut Carl Gustav Jung Perkembangan kepribadian menurut pandangan Carl Gustav Jung lebih lengkap dibandingkan dengan Freud. Jung beranggapan bahwa semua peristiwa disebabkan oleh sesuatu yang terjadi di masa lalu (mekanistik) dan kejadian sekarang ditentukan oleh tujuan (purpose). Prinsip mekanistik akan membuat manusia menjadi sengsara karena terpenjara oleh masa lalu. Manusia tidak bebas menentukan tujuan atau membuat rencana karena masa lalu tidak dapat diubah. Sebaliknya, prinsip purposif memubat orang mempunyai perasan penuh harapan, ada sesuatu yang membuat orang berjuang dan bekerja. Dari keduanya dapat diambil sisi positifnya, kegagalan di masa lalu bukan dijadikan beban tapi dijadikan pengalaman yang kemudian digunakan sebagai stimuli untuk belajar lebih baik dari kegagalan tersebut. Terlepas dari kegagalan seseorang harus memiliki angan, impian dan harapan, hal inilah yang kemudian mengarahkan pada tujuan yang akan diraih di masa mendatang. Tahap-tahap perkembangan menurut Jung terdiri atas 4 tahap. Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Usia anak (Childhood). Usia anak dibagi menjadi 3 tahap, yakni anarkis pada anak kesadaran masaih kacau pada usia 0 – 6 tahun, tahap monarkis yakni anak ditandai dengan perkembangan ego, mulai berfikir verbal dan logika pada usia 6 – 8 tahun, tahap dualistik yakni anak dapat berfikir secara obyektif dan subyektif terjadi pada usia 8 – 12 tahun. 2. Usia Pemuda. Pemuda berjuang untuk mandiri secara fisik dan psikis dari orangtuanya. 3. Usia Pertengahan. Ditandai dengan aktualisasi diri, biasanya sudah dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya, memiliki pekerjaan, kawin, punya anak dan ikut dalam kegiatan sosial. 4. Usia Tua. Fungsi jiwa sebagian besar bekerja secara tak sadar, fikiran dan kesadaran ego mulai tenggelam. Tahapan Perkembangan Kepribadian TAHAP-TAHAP PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN 1. Sigmund Freud Sigmund Freud adalah dokter muda dari Wina mengemukaakan gagasan bahawa kesadaran itu hanyalah sebagian kecil saja dari kehidupan mental, sedangkan bagian terbesarnya adalah justru kesadaran atau alam tak sadaryang diibaratkan sebagai gunung es yang terapung dimana bagian yang muncul dipermukaan air (alam sadar) yang lebih kecil daripada bagian yang tenggelam (alam tak sadar). Menurut hukum kelangsungan ,energi bisa berubah dari suatu keadaan atau bentuk kekeadaan yang lainnya tetapi tidak akan hilang dari sistem komik secara keseluruhan , Freud mengajukan gagasannya bahwa energi fisik bisa diubah menjadi energi psikis dan sebaliknya adapun yang menjembatani energi fisik dengan kepribadian adalah (kepribadian yang paling dasar) dengan naluri naluri. Freud adalah teoritisi pertama yang memusatkan perhatiannya kepada perkembangn kepribadian dan menekankan pentingnya peran masa bayi dan awal-anak dalam membentuk karakter seseorang. Freud yakin bahwa struktur dasar kepribadian sudah terbentuk pada usia 5 tahun dan perkembangan kepribadian sesudah usia 5 tahun sebagian besar hanya merupakn elborasi dari struktur dasar tadi. Anehnya, Freud jarang sekali meneliti anak secara langsung. Dia mendasari teorinya dari analisis mengeksplorasi jia pasien antara lain dengan mengembalikan mereka ke pengalaman masa kanak-kanaknya. Freud membagi perkembangan kepribadian menjadi 3 tahapan yakni tahap infatil (0 - 5 tahun), tahap laten (5 - 12 than) dan tahap genital (> 12 tahun). Tahap infatil yang faling menentukan dalam membentuk kepribadin, terbagi menjadi 3 fase, yakni fase oral, fase anal, dan fase falis. Perkembangan kepribadian ditentukan oleh perkembangan insting seks, yang terkait dengan perkembangan bilogis, sehingga tahp ini disebut juga tahap seksual infatil. Perkembangan insting seks berarti perubahan kateksis seks dan perkembangan bilogis menyiapkan bagian tubuh untuk dipilh menjadi pusat kepuasan seksul (arogenus) zone). Pemberian nama fase-fase perkembangan infatil sesuai dengan bagian tubuh – daerah erogen – yang menjadi kateksis seksual pada fase itu. Pada tahap laten, impuls seksual mengalami represi, perhatian anak banyak tercurah kepada pengembangan kognitif dan keterampilan. Aru sesudah itu, secara bilogis terjadi perkembangan puberts yang membangunkan impuls seksual dari represinya untuk berkembang mencapai kemasakan. Pada umumnya kemasakan kepribadian dapat dicapi pada usia 20 tahun. 1. Fase Oral (usia 0 – 1 tahun) Pada fase ini mulut merupakan daerah pokok aktivitas dinamik atau daerah kepuasan seksual yang dipilih oleh insting seksual. Makan/minum menjadi sumber kenikmatannya. Kenikmatan atau kepuasan diperoleh dari ransangan terhadap bibir-rongga mulut-kerongkongan, tingkah laku menggigit dan menguyah (sesudah gigi tumbuh), serta menelan dan memuntahkan makanan (kalau makanan tidak memuaskan). Kenikmatan yang diperoleh dari aktivitas menyuap/menelan (oral incorforation) dan menggigit (oral agression) dipandang sebagai prototip dari bermacam sifat pada masa yang akan datang. Kepuasan yang berlebihan pada masa oral akan membentuk oran incorporation personality pada masa dewasa, yakni orang menjadi senang/fiksasi mengumpulkan pengetahuan atau mengumpulkan harta benda, atau gampang ditipu (mudah menelan perkataan orang lain0. Sebaliknya, ketidakpuasan pada fase oral, sesudah dwasa orang menjadi tidak pernah puas, tamak (memakan apa saja) dalam mengumpulkan harta. Oral agression personality ditandai oleh kesenangan berdebat dan sikap sarkatik, bersumber dari sikap protes bayi (menggigit) terhadap perlakuan ibunya dalam menyusui. Mulut sebagai daerah erogen, terbawa sampai dewasa dalam bentuk yang lebih bervariasi, mulai dari menguyah permen karet, menggigit pensil, senang makan, menisap rokok, menggunjing orang lain, sampai berkata-kata kotor/sarkastik. Tahap ini secara khusus ditandai oleh berkembangnya perasaan ketergantungan, mendapat perindungan dari orang lain, khususnya ibu. Perasaan tergantung ini pada tingkat tertentu tetap ada dalam diri setiap orang, muncul kapan saja ketika orang merasa cemas dan tidak aman pada masa yang akan datang. 2. Fase Anal (usia 1 – 3 tahun) Pada fase ini dubur merupakan daerah pokok ktivitas dinamik, kateksis dan anti kateksis berpusat pada fungsi eliminer (pembuangankotoran). Mengeluarkan faces menghilangkan perasaan tekanan yang tidak menyenangkan dari akumulasi sisa makanan. Sepanjang tahap anal, ltihan defakasi (toilet training) memaksa nak untuk belajar menunda kepuasan bebas dari tegangan anal. Freud yakin toilet training adalah bentuk mulaidari belajar memuaskan id dan superego sekaligus, kebutuhan id dalam bentuk kenikmatan sesudah defakasi dan kebutuhan superego dalam bentuk hambatan sosial atau tuntutan sosial untuk mengontrol kebutuhan defakasi. Semua hambatan bentuk kontrol diri (self control) dan penguasaan diri (self mastery). Berasal dari fase anal, dampak toilet training terhadap kepribadian di masa depan tergantung kepada sikap dan metode orang tua dalam melatih. Misalnya, jika ibu terlalu keras, anak akan menahan facesnya dan mengalami sembelit. Ini adalah prototip tingkahlaku keras kepala dan kikir (anal retentiveness personality). Sebaliknya ibu yang membiarkan anak tanpa toilet training, akan membuat anak bebas melampiaskan tegangannya dengan mengelurkan kotoran di tempat dan waktu yang tidak tepat, yang di masa mendatang muncul sebagai sifat ketidakteraturan/jorok, deskruktif, semaunya sendiri, atau kekerasa/kekejaman (anal exspulsiveness personality). Apabila ibu bersifat membimbing dengan kasih sayang (dan pujian kalau anak defakasi secara teratur), anak mendapat pengertian bahwa mengeluarkan faces adalah aktivitas yang penting, prototif dari, sifat kreatif dan produktif. 3. Fase Fhalis (usia 3 – 5/6 tahun) Pada fase ini alat kelamin merupakan daerah erogen terpenting. Mastrubasi menimbulkan kenikmatan yang besar. Pada saat yang sama terjadi peningkatan gairah seksual anak kepada orang tuanya yang mengawali berbagai perganian kateksis obyek yang penting. Perkembangan terpenting pada masa ini adalah timbulnya Oedipus complex, yang diikuti fenomena castration anxiey (pada laki-laki) dan penis envy (pada perempuan). Odipus kompleks adalah kateksis obyek kepada orang tua yang berlawanan jenis serta permusuhan terhadap orang tua sejenis. Anak laki-laki ingin memiliki ibunya dan menyingkirkan ayahnya; sebaliknya anak perempuan ingin memilki ayahnya dan menyingkirkan ibunya. Pada mulanya, anak (laki dan perempuan) sama-sama mencintai ibuny yang telah memenuhi kebutuhan mereka dan memandang ayah sebagai saingan dalam merebut kasih sayang ibu. Pada anak laki-laki, persaingan dengan ayah berakibat anak cemas kalau-kalau ayah memakai kekuasaannya untuk memenangkan persaingan merebut ibunya. Dia cemas penisnya akan dipotong oleh ayahnya. Gejala ini disebut cemas dikebiri atau castrationanxiety. Kecemasan inilah yang kemudian mendorong laki-laki mengidentifikasi iri dengan ayahnya. Identifikasi ini mempunyai beberpa manfaat : 1. anak secara tidak langsung memperoleh kepuasan impuls seksual kepada ibunya, seperti kepuasan ayahnya. 2. perasaan erotik kepada ibu 9yang berbahaya) diubah menjadi sikap menurut/sayang kepada ibu. 3. identifikasi kemudian menjadi sarana tepenting untuk mengembangkan superego adalah warisan dari oedipus complex. 4. identifikasi menjadi ritual akhir dari odipus kompleks, yang sesudah itu ditekan(repressed) ke ketidaksadaran. Pada anak perempuan, rasa sayang kepada ibu segera berubah menjadi kecewa dan benci sesudah mengetahui kelaminnya berbeda dengan anak laki-laki. Ibuya dianggap bertanggung jawab tergadap kastrasi kela innya, sehingga anak perempuan itu mentransfer cintanya kepada ayahnya yang memiliki organ berharga (yang juga ingin dimilikinya). Tetapi perasaan cinta itu bercampur dengan perasan iri penis (penis elvy) baik kepada ayah maupun kepada laki-laki secara umum. Tidak seperti pada laki-laki, odipuskompleks pada wanita tidak direpres, cinta kepada ayah tetap menetap walaupun mengalami modifikasi karena hambatan realistik pemuasan seksual itu sendiri. Perbedaan hakekat odipus kompleks pada laki-laki dan wanita ini (disebut oleh pakar psikoanalisis pengikut freud : electra complex) merupakan dasar dari perbedaan psikologik di antara pria dan wanita. Electra complex menjadi reda ketika gadis menyerah tidak lagi mengembangkan seksual kepad ayahnya, dan mengidentifikasikan diri kembali kepada ibunya. Proses peredaan ini berjalan lebih lambat dibanding pada anak laki-laki dan juga kurang total atau sempurna. Enerji untuk mengembangkan superego adalah enerji yang semula dipakai dalam proses odipus. Penyerahan enerji yang lamban pada wanita membuat superego wanita lebih lemah/lunak, lebih fleksibel, dibanding superego laki-laki. Perbadinganantara odipus kompleks laki-laki dan perempuan, diikhtisarkan pada tabel 2. 4. Fase Latent (usia 5/6 – 12/13 tahun) Dari usia 5 atau 6 tahun sampai remaja, anak mngalami periode perbedaan impuls seksual, disebut periode laten. Menurut Freud, penurunan minat seksual itu akibat dari tidak adanya daerah erogen baru yang dimunculkan oleh perkembangan biologis. Jadi fase laten lebih sebagai fenomena biologis, alih-lih bgian dari perkembangan psikoseksual. Pada fase laten ini anak mengembangkan kemampuan sublimasi, yakni mengganti kepuasanlibido dengan kepuasan nonseksual, khususnya bidang intelektual, atletik, keterampilan dan hubungan teman sebaya. Fase laten juga ditandai dengan percepatan pembentukan super ego; orang tua bekerjasama dengan anak berusaha merepres impuls seks agar enerji dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk sublimasi dan pembentukan superego. Anak menadi lebih mudah mmpelajari sesuatu dibandingkan dengan masa sebelum da sesudahnya (masa pubertas). Anak Laki-laki Identifikasi/mencintai ibu Benci ayah yang menjadi saingan Cemas dikebiri Identiikasi kepada ayah Oedipus berhenti seketika Superego berkembang kuat Anak Laki-laki Identifikasi/mencintai ibu Fenis envy Benci ibu – cinta kepada ayah Identiikasi kepada ibu Oedipus kompleks berhenti secara teratur Superego berkembang lemah Ikhtisar Oedips Compleks pada anak-anak laki-laki dan perempuan 5. Fase Genikal (usia 12/13 – dewasa) Fase ini dimulai dengan perubahan biokimia dan fisiologi dalam diri remaja. Sistem endoktrin memproduksi hormon-hormon yang memicu pertumbuhan tanda-tanda seksual sekunder (suara, rambut, buah dada, dll) dan pertumbuhan tandasesual primer. Impuls pregenital bangun kembali dan membawa aktivitas dinamis yang harus diadaptasi, untuk mencapai perkembangan kepribadian yang stabl. Pada fase falis, kateksis genital mempunyai sifat narkistik; individu mempunyai kepuasan dari perangsangan dan manipulasi tubuhnya sendiri, dan orang lain diingkan hanya karena memberikan bentuk-bentuk tambahan dari kenikmatan jasmaniah. Pada fase genital, impuls seks itu mulai disalurkan ke obyek di luar, seperti; berpartisipasi dalam kegiatan kelompok, menyiapkan karir, cinta lain jenis, perkawinan dan keluarga. Terjadi perubahan dari anak yang narkistik menjadi dewasa yang berorientasi sosial, realistik dan altruistik. Fase genital berlanjut sampai orang tutup usia, dimana puncak perkembangan seksual dicapai ketika orang dewasa mengalami kemasakan kepibadian. Ini ditandai dengan kemasaka tanggung jawab seksual sekaligus tanggung jawab sosial, mengalami kepuasan melalui hubungan cinta heteroseksual tanpa diikuti dengan perasaan berdosa atau perasaan bersalah. Pemasan impuls libido melalui hubungan seksual memungkinkan kontrol fisiologis terhadap impuls genital itu; sehinggaakan membebaskan begitu banyak enerji psikis yang semula dipakai untuk mengontrol libido, merepres perasaan berdosa, dan dipakai dalam konflik antara id-ego-superego dalam menagani libido itu. Enerji itulah yang kemudian dipakai untuk aktif menangani masalah-masalah kehidupan dewasa; belajar bekerja, menunda kepuasan, menjadi lebih bertanggung jawab. Penyaluran kebutuhan insting ke obyek di luar yang altruistik itu telah menjadi cukup stabil, dalam bentuk kebiasaan-kebiasaan melakukan pemindahan-pemindahan,sublimasi-sublimasi dan identifikasi-identifikasi. Berikut beberapa gambaran tingkah laku dewasa yang masak, ditinjau dari dinamika kepribadian Freud : 1. Menunda kepuasan : dilakukan karena obyek pemuas yang belum tersedia, tetapi lebih sebagai upaya memperoleh tingkat kepuasan yang lebih besar pada masa yang akan datang. 2. Tanggung jawab : kontrol tingkah laku dilakukan oleh superego berlangsung efektif, tidak lagi harus mendapat bantuan kontrol dari lingkungan. 3. Pemindahan/sulimasi : mengganti kepuasan seksual menjadi kepuasan dalam bidang seni, budaya dan keindahan. 4. Identifikasi memiliki tujuan-tujuan kelompok, terlibat dalam organisasi sosial, politi dan kehidupan sosial yang harmonis. 2. Jean Piaget Perkembangan kognitif, dikembangkan oleh Jean Piaget, seorang psikolg Swiss yang hidup tahun 1896 – 1980. Teorinya memberkan banyak konsep utama dalam lapangan psikologi perkembangan dan berpengaruh tehadap perkembangan konsep kecerdasan, yang bagi Piaget berarti, kemampuan untuk secara lebih cepat merefresentasikan dunia dan melakukan operasi logis dalam representasi konsep yang berdasar pada kenyataan. Teori ini membahas munculnya dan diperolehnya schemata -- sekema tentang bagaimana seseorang merefresi lingkungannya – dalam tahapan-tahapan perkembangan, saat seseorang memperoleh cara baru dalam mempresentasikan informasi secara mental. Teori ini digolongkan ke dalam konstrktivisme, yang berarti tidak seperti, teori Nativisme (yang menggambarkn perkembangan kognitif sebagai pemunculan pengetahuan dan kemampuan bawaan), teori ini berpendapat bahwa kita membangun kemampuan konitif kita melalui tindakan yang termotivasi dengan sendirinya terhadap lingkungan. Untuk pengembangan teori ini, Piagetmemperoleh Erasmus Prize. Piaget membagi skema yang digunakan anak untuk memahami dunianya melalui empat periode utama yang berorelasi dengan dan semakin canggih seiring penambahan usia : 1. Periode Sensorimotor (usia 0 – 2 tahun) 2. Periode Praoperasional (usia 2 – 7 tahun) 3. Periode Operasional Konkrit (usia 8 – 11 tahun) 4. Periode Operasional Formal (usia 11 tahun sampai dewasa) 1. Periode Sensorimotor (usia 0 – 2 tahun) Menurut Piaget, bayi lahir dengan sejumlah refleks bawaan selain juga dorongan untuk mengeksplorasi dunianya. Skema awalnya dibentuk melalui diferensiasi refleks bawaan tersebut. Periode sensorimotor adalah periode pertama dari empat periode. Piaget berpendapat bahwa tahapan ini menandai perkembangan kemampuan dan pemahaman spatial penting dalam enam sub-tahapan: 1. Sub-tahapan skema refleks, muncul saat lahir sampai usia enam minggu dan berhubungan terutama dengan refleks. 2. Sub-tahapan fase reaksi sirkular primer, dari usia enam minggu sampai empat bulan dan berhubungan terutama dengan munculnya kebiasaan-kebiasaan. 3. Sub-tahapan fase reaksi sirkular sekunder, muncul antara usia empat sampai sembilan bulan dan berhubungan terutama dengan koordinasi antara penglihatan dan pemaknaan. 4. Sub-tahapan koordinasi reaksi sirkular sekunder, muncul dari usia sembilan sampai duabelas bulan, saat berkembangnya kemampuan untuk melihat objek sebagai sesuatu yang permanen walau kelihatannya berbeda kalau dilihat dari sudut berbeda (permanensi objek). 5. Sub-tahapan fase reaksi sirkular tersier, muncul dalam usia dua belas sampai delapan belas bulan dan berhubungan terutama dengan penemuan cara-cara baru untuk mencapai tujuan. 6. Sub-tahapan awal representasi simbolik, berhubungan terutama dengan tahapan awal kkreativitas. 2. Tahapan praoperasional (usia 2 – 7 tahun) Tahapan ini merupakan tahapan kedua dari empat tahapan. Dengan mengamati urutan permainan, Piaget bisa menunjukkan bahwa setelah akhir usia dua tahun jenis yang secara kualitatif baru dari fungsi psikologis muncul. Pemikiran (Pra)Operasi dalam teori Piaget adalah prosedur melakukan tindakan secara mental terhadap objek-objek. Ciri dari tahapan ini adalah operasi mental yang jarang dan secara logika tidak memadai. Dalam tahapan ini, anak belajar menggunakan dan merepresentasikan objek dengan gambaran dan kata-kata. Pemikirannya masih bersifat egosentris: anak kesulitan untuk melihat dari sudut pandang orang lain. Anak dapat mengklasifikasikan objek menggunakan satu ciri, seperti mengumpulkan semua benda merah walau bentuknya berbeda-beda atau mengumpulkan semua benda bulat walau warnanya berbeda-beda. Menurut Piaget, tahapan pra-operasional mengikuti tahapan sensorimotor dan muncul antara usia dua sampai enam tahun. Dalam tahapan ini, anak mengembangkan keterampilan berbahasanya. Mereka mulai merepresentasikan benda-benda dengan kata-kata dan gambar. Bagaimanapun, mereka masih menggunakan penalaran intuitif bukan logis. Di permulaan tahapan ini, mereka cenderung egosentris, yaitu, mereka tidak dapat memahami tempatnya di dunia dan bagaimana hal tersebut berhubungan satu sama lain. Mereka kesulitan memahami bagaimana perasaan dari orang di sekitarnya. Tetapi seiring pendewasaan, kemampuan untuk memahami perspektif orang lain semakin baik. Anak memiliki pikiran yang sangat imajinatif di saat ini dan menganggap setiap benda yang tidak hidup pun memiliki perasaan. 3. Tahapan Operasional Konkrit (usia 8 – 11 tahun) Tahapan ini adalah tahapan ketiga dari empat tahapan. Muncul antara usia enam sampai duabelas tahun dan mempunyai ciri berupa penggunaan logika yang memadai. Proses-proses penting selama tahapan ini adalah: Pengurutan—kemampuan untuk mengurutan objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri lainnya. Contohnya, bila diberi benda berbeda ukuran, mereka dapat mengurutkannya dari benda yang paling besar ke yang paling kecil. Klasifikasi—kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda menurut tampilannya, ukurannya, atau karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa serangkaian benda-benda dapat menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian tersebut. Anak tidak lagi memiliki keterbatasan logika berupa animisme (anggapan bahwa semua benda hidup dan berperasaan) Decentering—anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk bisa memecahkannya. Sebagai contoh anak tidak akan lagi menganggap cangkir lebar tapi pendek lebih sedikit isinya dibanding cangkir kecil yang tinggi. Reversibility—anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat diubah, kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk itu, anak dapat dengan cepat menentukan bahwa 4+4 sama dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4, jumlah sebelumnya. Konservasi—memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda adalah tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek atau benda-benda tersebut. Sebagai contoh, bila anak diberi cangkir yang seukuran dan isinya sama banyak, mereka akan tahu bila air dituangkan ke gelas lain yang ukurannya berbeda, air di gelas itu akan tetap sama banyak dengan isi cangkir lain. Penghilangan sifat Egosentrisme—kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain (bahkan saat orang tersebut berpikir dengan cara yang salah). Sebagai contoh, tunjukkan komik yang memperlihatkan Siti menyimpan boneka di dalam kotak, lalu meninggalkan ruangan, kemudian Ujang memindahkan boneka itu ke dalam laci, setelah itu baru Siti kembali ke ruangan. Anak dalam tahap operasi konkrit akan mengatakan bahwa Siti akan tetap menganggap boneka itu ada di dalam kotak walau anak itu tahu bahwa boneka itu sudah dipindahkan ke dalam laci oleh Ujang. 4. Tahapan Operasional Formal (usia 11 tahun sampai dewasa) Tahap operasional formal adalah periode terakhir perkembangan kognitif dalam teori Piaget. Tahap ini mulai dialami anak dalam usia sebelas tahun (saat pubertas) dan terus berlanjut sampai dewasa. Karakteristik tahap ini adalah diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia. Dalam tahapan ini, seseorang dapat memahami hal-hal seperti cinta, bukti logis, dan nilai. Ia tidak melihat segala sesuatu hanya dalam bentuk hitam dan putih, namun ada "gradasi abu-abu" di antaranya. Dilihat dari faktor biologis,. tahapan ini muncul saat pubertas (saat terjadi berbagai perubahan besar lainnya), menandai masuknya ke dunia dewasa secara fisiologis, kognitif, penalaran moral, perkembangan psikoseksual, dan perkembangan sosial. Beberapa orang tidak sepenuhnya mencapai perkembangan sampai tahap ini, sehingga ia tidak mempunyai keterampilan berpikir sebagai seorang dewasa dan tetap menggunakan penalaran dari tahap operasional konkrit. Informasi umum mengenai tahapan-tahapan Keempat tahapan ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut: • Walau tahapan-tahapan itu bisa dicapai dalam usia bervariasi tetapi urutannya selalu sama. Tidak ada ada tahapan yang diloncati dan tidak ada urutan yang mundur. • Universal (tidak terkait budaya) • Bisa digeneralisasi: representasi dan logika dari operasi yang ada dalam diri seseorang berlaku juga pada semua konsep dan isi pengetahuan • Tahapan-tahapan tersebut berupa keseluruhan yang terorganisasi secara logis • Urutan tahapan bersifat hirarkis (setiap tahapan mencakup elemen-elemen dari tahapan sebelumnya, tapi lebih terdiferensiasi dan terintegrasi) • Tahapan merepresentasikan perbedaan secara kualitatif dalam model berpikir, bukan hanya perbedaan kuantitatif Seorang individu dalam hidupnya selalu berinteraksi dengan lingkungan. Dengan berinteraksi tersebut, seseorang akan memperoleh skema. Skema berupa kategori pengetahuan yang membantu dalam menginterpretasi dan memahami dunia. Skema juga menggambarkan tindakan baik secara mental maupun fisik yang terlibat dalam memahami atau mengetahui sesuatu. Sehingga dalam pandangan Piaget, skema mencakup baik kategori pengetahuan maupun proses perolehan pengetahuan tersebut. Seiring dengan pengalamannya mengeksplorasi lingkungan, informasi yang baru didapatnya digunakan untuk memodifikasi, menambah, atau mengganti skema yang sebelumnya ada. Sebagai contoh, seorang anak mungkin memiliki skema tentang sejenis binatang, misalnya dengan burung. Bila pengalaman awal anak berkaitan dengan burung kenari, anak kemungkinan beranggapan bahwa semua burung adalah kecil, berwarna kuning, dan mencicit. Suatu saat, mungkin anak melihat seekor burung unta. Anak akan perlu memodifikasi skema yang ia miliki sebelumnya tentang burung untuk memasukkan jenis burung yang baru ini. Asimilasi adalah proses menambahkan informasi baru ke dalam skema yang sudah ada. Proses ini bersifat subjektif, karena seseorang akan cenderung memodifikasi pengalaman atau informasi yang diperolehnya agar bisa masuk ke dalam skema yang sudah ada sebelumnya. Dalam contoh di atas, melihat burung kenari dan memberinya label "burung" adalah contoh mengasimilasi binatang itu pada skema burung si anak. Akomodasi adalah bentuk penyesuaian lain yang melibatkan pengubahan atau penggantian skema akibat adanya informasi baru yang tidak sesuai dengan skema yang sudah ada. Dalam proses ini dapat pula terjadi pemunculan skema yang baru sama sekali. Dalam contoh di atas, melihat burung unta dan mengubah skemanya tentang burung sebelum memberinya label "burung" adalah contoh mengakomodasi binatang itu pada skema burung si anak. Melalui kedua proses penyesuaian tersebut, sistem kognisi seseorang berubah dan berkembang sehingga bisa meningkat dari satu tahap ke tahap di atasnya. Proses penyesuaian tersebut dilakukan seorang individu karena ia ingin mencapai keadaan equilibrium, yaitu berupa keadaan seimbang antara struktur kognisinya dengan pengalamannya di lingkungan. Seseorang akan selalu berupaya agar keadaan seimbang tersebut selalu tercapai dengan menggunakan kedua proses penyesuaian di atas.Secara singkat tahapan perkembangan menurut Piaget dapat digambarkan sebagai berikut : Tahapan Perkembangan Kognitif Menurut Piaget PERIODE USIA DESKRIPSI PERKEMBANGAN 1. Sensorimotor 0-2 tahun Pengetahuan anak diperoleh melalui interaksi fisik, baik dengan orang atau objek (benda). Skema-skemanya baru berbentuk refleks-refleks sederhana, seperti : menggenggam atau mengisap 2. Praoperasional 2-6 tahun Anak mulai menggunakan simbol-simbol untuk merepresentasi dunia (lingkungan) secara kognitif. Simbol-simbol itu seperti : kata-kata dan bilangan yang dapat menggantikan objek, peristiwa dan kegiatan (tingkah laku yang nampak) 3..Operasi Konkret 6-11 tahun Anak sudah dapat membentuk operasi-operasi mental atas pengetahuan yang mereka miliki. Mereka dapat menambah, mengurangi dan mengubah. Operasi ini memungkinkannya untuk dapat memecahkan masalah secara logis. 4..Operasi Formal 11 tahun sampai dewasa Periode ini merupakan operasi mental tingkat tinggi. Di sini anak (remaja) sudah dapat berhubungan dengan peristiwa-peristiwa hipotesis atau abstrak, tidak hanya dengan objek-objek konkret. Remaja sudah dapat berpikir abstrak dan memecahkan masalah melalui pengujian semua alternatif yang ada. Rousseau Jean Jaccques Rousseau (1712-1778) filosof Perancis abad ke 18 berpandangan bahwa anak berbeda secara kualitatif dengan orang dewasa. Rousseau menolak pandangan bahwa bayi adalah makhluk pasif yang perkembangannya ditentukan oleh pengalaman, dan menolak anggapan bahwa anak merupakan orang dewasa yang tidak lengkap dan memperoleh pengetahuan melalui cara berpikir orang dewasa. Sebaliknya Rousseau beranggapan bahwa sejak lahir anak adalah makhluk aktif dan skua bereksplorasi. Oleh karena itu anak harus dibiarkan untuk memperoleh pengetahuan dengan caranya sendiri melalui interaksinya dengan lingkungan. Rousseau dalam bukunya Emile ou L’education (1762), menolak, pandangan bahwa anak memiliki sifat bawaan yang buruk (innate bad), dia menegaskan bahwa “All thinhs are good as they come out of the hand of their creator, but everything degenates in the hand of man” artinga segala-galanya adalah baik sebagaimana ke luar dari tangan sang pencipta, segala-galanya memburuk dalam tangan manusia. Pandangan ini dikenal dengan Noble Savage, ungkapan ini mengandung arti bahwa anak ketika lahir sudah membahwa segi-segi moral (hal-hal yang baik dan buruk, benar dan salah yang dapat berkembang secara alami dengan baik), jika kemudia terdapat penyimpangan dan keburukan, hal itu dikarenakan pengaruh lingkungan dan pendidikan. Tahap I : 0 – 2 tahun usia asuhan Tahap II : 2-12 tahun masa pendidikan jasamani dan panca indera Tahap III : 12-15 tahun pendidikan akal Tahap IV : 15-20 tahun pendidikan watak dan agama . 3. Krestmer Kretschmer membagi perkembangan anak menjadi 4 (empat) fase, yaitu: 1. Fullungsperiode I Yaitu pada umur 0;0 – 3;0. Pada masa ini dalam keadaan pendek, gemuk, bersikap terbuka, mudah bergaul dan mudah didekati. 2. Strecungsperiode I Yaitu pada umur 3;0 – 7;0. Kondisi badan anak nampak langsing, sikap anak cenderung tertutup, sukar bergaul dan sulit didekati 3. Fullungsperiode II Yaitu pada umur 7;0 –13;0. Kondisi fisik anak kembali menggemuk 4. Strecungsperiode II Yaitu pada umur 13;0 – 20;0. Pada saat ini kondisi fisik anak kembali langsing. DAFTAR PUSTAKA Alwisol .2004. Psikologi Kepribadian. Malang : UMM Press E.Kowara.1986. Teori Teori Kepribadian. Bandung : PT .Erosco Syamsu Yusuf IN dan Juntika Nuriichsan .2007. Teori Kepribadian . Bandung .UPI . Yusuf, Syamsu. 2004. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Pengobatan Gangguan Perilaku Anak DEFINISI Gangguan perilaku ditandai dengan pola tingkah laku yang berulang dimana hak dasar orang lain terganggu. Meskipun beberapa anak lebih bertingkah laku baik dibandingkan dengan yang lainnya, anak yang berulangkali dan terus-menerus melanggar peraturan dan hak orang lain dimana dengan cara yang tidak sesuai dengan usia mereka memiliki gangguan perilaku. Masalah tersebut biasanya dimulai pada masa kanak-kanak akhir atau awal remaja dan lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada anak perempuan. Penilaian pada perilaku harus melibatkan lingkungan sosial anak tersebut ke dalam catatan. Penyimpangan perilaku terjadi oleh anak sewaktu adaptasi dengan kehidupan di daerah peperangan, tempat kerusuhan, atau lingkungan lain dengan stress tinggi bukan gangguan perilaku. GEJALA Pada umumnya, anak dengan gangguan perilaku adalah egois, tidak berhubungan baik dengan orang lain, dan kurang merasa bersalah. Mereka cenderung salah mengartikan perilaku orang lain sebagai ancaman dan bereaksi agresif. Mereka bisa terlibat dalam pengintimidasian, ancaman, dan sering berkelahi dan kemungkinan kejam terhadap binatang. Anak lain dengan gangguan perilaku merusak barang, khususnya dengan membakar. Mereka mungkin berdusta atau terlibat dalam pencurian. Melanggar peraturan dengan serius adalah biasa dan termasuk lari dari rumah dan sering bolos dari sekolah. Anak perempuan dengan gangguan perilaku lebih sedikit mungkin dibandingkan anak laki-laki untuk menjadi agresif secara fisik; mereka biasanya kabur, berbohong, penyalahgunaan obat-obatan terlarang, dan kadangkala terlibat dalam pelacuran. Sekitar separuh dari anak dengan gangguan perilaku menghentikan perilakunya ketika dewasa. Anak yang lebih kecil ketika gangguan perilaku mulai, lebih mungkin akan melanjutkan perilakunya. Orang dewasa yang tetap berperilaku seperti itu seringkali menghadapi masalah hukum, secara kronis mengganggu hak orang lain, dan seringkali didiagnosa dengan gangguan kepribadian anti sosial. PENGOBATAN Pengobatan sangat sulit karena anak dengan gangguan perilaku jarang memahami kesalahan apapun dengan perilaku mereka. Seringkali pengobatan yang paling berhasil adalah memisahkan anak tersebut dari lingkungan yang bermasalah dan menyediakan tempat yang diatur dengan ketat, apakah di yayasan kesehatan mental atau sosial anak-anak. Bentuk-bentuk gangguan perilaku dapat ditinjau dari berbagai segi. Menurut Prayitno dan Amti (2005:46), bentuk-bentuk gangguan perilaku tersebut digolongkan ke dalam empat dimensi kemanusiaan, yaitu: dimensi individualitas, sosialitas, moralitas, dan religiusitas. Permasalahn dimensi individualitas, seperti prestasi rendah, motivasi belajar menurun, atau kesulitan alat pelajaran. Permasalahn dimensi sosialitas, seperti bentrok dengan guru, pendiam, sering bertengkar, sukar menyesuaikan diri, pemalu, penakut, kurang bergaul, kasar, dan manja. Permasalahn dimensi moralitas, seperti melanggar tata tertib sekolah, membolos, tidak senonoh, minggat, nakal, kasar, terlibat narkoba, atau terlambat masuk sekolah. Permasalah dimensi religius, seperti tidak melakukan salat atau perbuatan-perbuatan lain yang menyimpang dari agama yang dianutnya. Menurut pendapat Dalyono (2001:265), “Bentuk-bentuk gangguan perilaku dapat dibagi menjadi dua sifat, yaitu perilaku regresif dan agresif.” Contoh-contoh bentuk gangguan perilaku yang bersifat regresif antara lain: suka menyendiri, pemalu, penakut, mengantuk, atau tak mau masuk sekolah, sedangkan bentuk yang bersifat agresif, antara lain: berbohong, membuat onar, memeras teman, dan prilaku-prilaku lain yang dapat menarik perhatian orang lain atau merugikan orang lain seperti mengganggu orang lain. Seseorang yang cenderung suka mengganggu sesamanya memperlihatkan keadaan jiwa yang tidak stabil, kurang sehat, atau sedang dilanda kegelisahan. Dalam usaha membebaskan diri dari berbagai belenggu tersebut, ia tak menemukan cara lain selain melakukan perbuatan yang menyimpang seperti mengganggu orang lain disekitarnya. Kecenderungan anak mengganggu sesama teman menunjukkan bahwa adanya ketidaksenangan serta ketidakpuasan si pelaku terhadap kondisi hidupnya. Misalnya, ia tidak menyukai sikap keras kedua orang tuanya, merasa dirinya tidak aman, di rumah atau di sekolah acapkali diganggu orang lain, tengah menghadapi masalah besar, atau tak mampu membalaskan dendamnya. Orang-orang yang suka mengganggu, sesungguhnya haus kasih sayang dari orang tua. Sikap dan tindakan si anak dimaksudkan untuk menarik perhatian orang lain, atau demi melampiaskan dendam terhadap pengasuhnya. Bila mereka mendapat curahan kasih sayang, dan tak lagi merasa dikucilkan, niscaya segenap problem dan kesulitan yang mereka hadapi selama ini akan segera terselesaikan. Di sekolah para pendidik juga menemukan bentuk-bentuk perilaku menyimpang, misalnya: mengganggu teman, sering bolos, malas, mengganggu kelas, bergaul bebas, atau tidak pernah membuat pekerjaan rumah (tugas-tugas dari guru). Jadi, peranan menyimpang yaitu sebagai bentuk perlawanan dari berbagai aturan yang telah ditetapkan di sekolah. Aturan-aturan tersebut bisa terdapat dalam tata tertib sekolah maupun aturan berbentuk penegakan moral (norma) dalam tatanan pergaualan sehari-hari yang biasanya dilakukan normal dan wajar, sehingga tidak akan terjadi penyimpangan perilaku terhadap norma-norma yang berlaku di masyarakat. Perilaku keagresifan sosial seperti mengganggu teman-teman yang lemah bertindak kasar, dan sering main pukul, suka berkelahi, merusak, pendendam, bermusuhan secara terang-terangan, sering melanggar aturan, pemarah. Bentuk perilaku ini bersifat agresif. Apabila ia bertindak, si pelaku tidak memandang belas kasihan. Hasil penelitian Sheldon dalam Vembriarto (1997:51) menunjukkan bahwa “Banyak siswa nakal yang suka mengganggu orang-orang disekitarnya berasal dari keluarga yang bersikap menolak atau acuh tak acuh terhadap siswa.” Siswa-siswa nakal yang berasal dari keluarga yang bersikap menolak ini umumnya mempunyai sifat curiga terhadap orang lain dan suka menentang kekuasaan. Mereka tidak lagi terkesan oleh hukuman, karena sudah terlalu banyak mengalami hukuman dari orang tuanya. Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa masalah kecenderungan anak suka mengganggu sesama teman, selain berkenaan dengan pengaruh pendidikan, juga berkenaan dengan pengaruh unsur-unsur kejiwaan, emosional, dan kondisi kehidupan. Referensi: Dalyono, M. 2001. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Prayitno dan Erman Amti. 2005. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka Cipta. Vembriarto, ST. 1997. Sosiologi Pendidikan. Yogyakarta: Paramita.

Tes

Nama : Ulfi Rachma Amzi Nim : 101014045 Jurusan : BK B 2010 Sejarah tes psikologi Di Indonesia testing belum merupakan suatu gerakan nasional, testing sebagai suatu gerakan nasional dicontohkan dengan baik di Amerika Serikat. Di Amerika gerakan testing psikologis berkembang sejak awal abad 19, karena kebutuhan untuk adanya instrumen pengukuran kemampuan orang sebagai akibat dari perkembangan idustri. Dunia industri dan dunia usaha membutuhkan tenaga terampil dengan bakat dan kemampuan yang cocok untuk menjalankan mesin-mesin dan melakukan pekerjaan-pekerjaan usaha modern demi efisiensi dan produktivitas. Perang dunia I juga memerlukan tenaga militer dengan kemampuan yang diidentifikasi secara cepat untuk ditempatkan atau menjadi tenaga di bagian-bagian yang ada seperti artileri, infantri, penerbang nakhoda, dan sebagainya. Usaha pengukuran mental dimulai dengan rintisan oleh A. Binet, seorang dokter Perancis dalam tahun 1890, yang tertarik untuk meneliti anak-anak yang pintar dan yang tidak. Usahanya bersama Simon, juga dari Perancis, membuahkan tes inteligensi Binet-Simon. Usaha tersebut kemudian diteruskan di Amerika Serikat oleh L.M. Terman dari Universitas Stanford yang bersama M.A. Merril bertujuan merevisi dan menyempurnakan tes buatan Binet. Hasilnya adalah tes kecerdasan Stanford-Binet pada tahun 1937 dengan penyempurnaan yang penting, yaitu mulai digunakannya ukuran berupa kuosien kecerdasan (intelligence quotient). Sejak itu, usaha-usaha penyusunan tes meluas dan maju pesat mencakup bidang-bidang kepribadian yang luas untuk berbagai penggunaan dan dengan menggunakan teknologi yang makin canggih. Bidang penggunaan tes meluas, tetapi sebagaimana bisa diduga pendidikan (sekolah) adalah pengguna yang utama. Diberlakukannya undang-undang pendidikan untuk pertahanan nasional (National Defense Education Act) dalam tahun 1958 dipicu oleh peluncuran Sputnik, satelit pertama dalam tahun 1957 oleh Rusia (Uni Soviet waktu itu). Pemerintah federal Amerika serikat menyediakan dana besar untuk pengembangan testing dan juga untuk pengembangan program konseling di sekolah menengah. Di samping itu, bidang lain yang menggunakan tes adalah kedokteran, kehakiman, militer, manajemen, dan perdagangan. Ilmuwan terkemuka dalam gerakan bimbingan (guidance) di Amerika waktu itu, di antaranya E.L. Thorndike dengan teori pengukuran mentalnya, L.M. Terman dengan tes kecerdasan Stanford-Binetnya, A.S. Otis dengan tes Army Alphanya, Strong dengan tes atau inventory minatnya, Kuder dengan tes minat, G.K. Bennet, dkk dengan tes bakat differensialnya. Di Indonesia, meski testing belum menjadi gerakan nasional, namun telah ada usaha-usaha pengembangan tes walaupun baru skala kecil dan masih bersifat rintisan. Sejumlah perguruan tinggi, khususnya fakultas psikologi dan IKIP (sekarang FKIP universitas) terdorong oleh kebutuhan akan cara-cara yang obyektif untuk pengukuran kepribadian, melakukan usaha-usaha rintisan pengembangan tes. Kebutuhan itu terasa mendesak di lingkungan sekolah untuk penerimaan siswa dan penyelenggaraan bimbingan dan konseling (sekarang profesi konseling), di lingkungan industri, lembaga, dan militer untuk seleksi dalam rangka penerimaan dan penempatan pegawai. Usaha-usaha itu umumnya bukan untuk menghasilkan tes baru atau asli melainkan untuk mengadaptasikan tes-tes asing yang sudah ada. Pekerjaan adaptasi meliputi penerjemahan dengan mempertimbangkan faktor sosial budaya setempat, uji reliabilitas dan validitas. Telah disebutkan bahwa usaha penyusunan tes telah dirintis di Indonesia oleh sejumlah lembaga pendidikan tinggi sebagai dalam rangka riset dan pengembangan. Di IKIP Malang (sekarang universitas negeri Malang) telah melakukan usaha pengembangan tes, bermula dalam tahun 1967 yang dilakukan atas kerja sama dengan ALRI untuk keperluan seleksi calon personil di lingkungan ALRI (sekarang TNI AL). Setelah itu, usaha-usaha yang telah dilakukan berupa pengembangan tes prestasi belajar standar untuk seleksi masuk perguruan tinggi, yang mencakup Bateri Tes Bakat Okupasional yang terdiri atas Tes Bakat Personal-Sosial, Tes Bakat Mekanik, Tes Bakat Niaga, Tes Bakat Klerikal, Tes Bakat Numerikal, dan Tes Bakat Berpikir Ilmiah dalam tahun 1979 yang dilakukan oleh Raka Joni dan Djoemadi; validasi dan penormaan tes PM (progressive matrices) dan DAT(Defferential Aptitude Test) dalam tahun 1990 dan 1992 (Munandir, 1995:12). Dalam pengembangan tes PM dan DAT berhasil disusun norma dengan sampel siswa sekolah menengah umum mencakup wilayah tujuh provinsi. Untuk mendukung program bimbingan dan konseling di sekolah (sekarang profesi konseling) sejak tahun 1995 telah dilakukan beberapa angkatan program sertifikasi tes psikologis bagi konselor pendidikan (yaitu para lulusan program studi BP / PPB / BK) atas kerja sama IPBI (Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia) sekarang berubah menjadi ABKIN (Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia) dengan program Pascasarjana IKIP Malang (sekarang universitas negeri Malang) dan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah DepdikNas. Melalui usaha-usaha itu diharapkan semakin menguatkan kegiatan pendukung program Bimbingan dan Konseling Pola 17 yaitu instrumentasi Bimbingan dan Konseling. Definisi Tes 1. Tes Psikologi atau lebih dikenal sebagai Psikotes adalah tes untuk mengukur aspek individu secara psikis. Tes dapat berbentuk tertulis, visual, atau evaluasi secara verbal yang teradministrasi untuk mengukur fungsi kognitif dan emosional. Tes dapat diaplikasikan kepada anak-anak maupun dewasa. 2. Tes psikologi adalah suatu pengukuran yang standart dan objektif terhadap sampel perilaku. 3. tes psikologi adalah seperangkat alat ukur yang digunakan untuk memperoleh informasi tentang pikiran, persepsi, dan perilaku seseorang guna membuat keputusan penilaian tentang seseorang. 4. tes psikologi adalah tes untuk mengukur aspek individu secara psikis. Tes dapat berbentuk tertulis, visual, atau evaluasi secara verbal yang teradministrasi untuk mengukur fungsi kognitif dan emosional.